oleh: Drs. Fatchul Umam, MBA.
(Dewan Syariah Rumah Amal)
Para sahabat adalah generasi didikan Rasulullah Saw. Tidak ada habis-habisnya keteladanan yang bisa kita petik dari kehidupan mereka. Mereka adalah generasi pertama yang mendengar ayat al-Qur’an turun. Setiap turun mereka segera mengamalkannya.
Mereka pun tidak segan mempertanyakan suatu wahyu kepada Rasulullah Saw.
Ketika turun ayat berikut ini, banyak sahabat Nabi yang merasa keberatan dan sedih.
“Dan mereka yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah maka berilah kabar gembira kepada mereka tentang akan datangnya siksaan yang sangat pedih.”
(At-Taubah, 34)
Setelah itu Rasulullah Saw berkata:
Celakalah bagi emas dan perak.
(Tobroni, al-Mu’jam al-Ausath)
Para sahabat yang mulia saling berdiskusi dan bertanya-tanya mengenai maksud firman Allah tersebut. Hingga Rasulullah pun berkata demikian. Bahkan di antara mereka banyak yang mengira bahwa Allah telah menilai adanya bahaya yang besar dan jelek terhadap emas dan perak sehingga mereka harus berusaha untuk menjauhi.
Mereka bertanya-tanya mengenai maksud larangan yang disampaikan. Hingga keresahan tersebut akhirnya terjawab setelah Umar Ra bertanya kepada Rasulullah.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidaklah mewajibkan zakat kecuali untuk membersihkan harta-harta kalian yang masih ada, tetapi Allah telah mewajibkan hukum mawaris untuk orang-orang sesudah kalian yang engkau tinggalkan.”
Mendengar hal tersebut Umar Ra kemudian bertakbir.
Rasulullah Saw. bersabda lagi:
“Maukah aku tunjukkan sesuatu yang terbaik untuk dimiliki? Yaitu isteri yang shalihah yang apabila memandangnya memberikan kesenangan, apabila menyuruhnya untuk sesuatu ia siap selalu dan apabila ditinggal pergi ia selalu menjaga dirinya.”
(Abu Dawud dari Ibnu Abbas).
Rasulullah menambahkan dengan bersabda:
“Hendaknya milikilah lesan yang selalu berdzikir, hati yang selalu bersyukur dan isteri yang selalu siap menolong untuk urusan agama.”
(Sunan Ibnu Majah dari Tsauban).
Abu Dzar sendiri berpendapat larangan tersebut berarti larangan menyimpan di luar batas kewajaran. Ahli tafsir menyimpulkan pendapat Abu Dzar ini karena Rasulullah ketika itu pernah mengalami masa yang sulit sekali sehingga melarang menyimpan harta, sedangkan negara sedang berusaha untuk mengatasi kesulitan ini untuk mengangkat perekonomian negara dari bahaya kemiskinan yang lebih besar.
Artinya kita juga diperbolehkan menyimpan harta kekayaan dengan syarat harus membayar zakatnya bila sudah memenuhi syaratnya. Seperti sampai nisab dan jangka waktu penyimpanannya satu tahun. Bila tidak membayar zakat maka akan mendapat ancaman siksa neraka. Sebaliknya bila memang tidak menyimpan harta kekayaan, tetapi bahkan membelanjakannya untuk jalan yang tidak benar seperti berlaku boros, untuk tindakan yang tidak sesuai dengan syariat, maka termasuk yang akan mendapat ancaman Allah.
Anjuran untuk menghindari penumpukan harta sangat banyak dikemukakan. Bila akhirnya ternyata tetap mempunyai simpanan emas, perak dan kekayaan yang lain, maka seorang sahabat menganjurkan agar selalu membaca doa seperti yang diajarkan Rasulullah Saw berikut:
Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu kekuatan dalam urusanku, semangat yang tinggi dalam mengikuti petunjuk. Aku mohon kepadaMu untuk selalu syukur dengan nikmatMu, mampu beribadah dengan tekun, memiliki hati yang bersih, lesan yang jujur. Aku juga memohon kepadaMu kebaikan apa yang Engkau ketahui, memohon perlindungan kepadaMu dari kejahatan yang Engkau ketahui, serta memohon ampunanMu akan apa yang Engkau ketahui. Engkaulah Dzat yang Maha mengetahui masalah gaib, amin.
(Ahmad, dari Hassan bin Athiyyah).
================
Lalu siapa yang wajib membayar zakat?
1. Muslim
Sebagaimana kita tahu bahwa zakat merupakan rukun islam yang ketiga. Maka sudah sepantasnya seorang muslim wajib menunaikan zakat apabila telah memenuhi syarat kepemilikan hartanya.
Bagaimana bila orang kafir berzakat? Apakah diterima zakatnya? Jawabannya adalah tidak. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 54, yakni:
Dan yang menghalang halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya, dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. at-Taubah 54).
2. Orang yang merdeka bukan budak
Seorang hamba sahaya tidak wajib membayar zakat. Hal ini disebabkan karena tidak memiliki kemerdekaan untuk memiliki harta.
3. Nisab
Jumlah hartanya mencapai nisab. Batas minimal jumlah harta yang terkena wajib zakat bergantung pada jenis harta yang dimiliki, yakni: hasil pertanian, peternakan, harta dagang, emas/perak, atau uang.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Dari Abu Said al-Khudzri dari Rasulullah Saw bersabda: Tidak ada zakat di bawah 5 wasaq, tidak ada zakat di bawah 5 ekor unta, tidak ada zakat di bawah 5 auqiyah perak.
(Sahih Musim.)
Wasaq jamaknya Ausuq: ukuran takaran, sering juga disetarakan dengan timbangan. Akibatnya berat benda yang ditakar dengan Wasaq berbeda-beda tergantung dari massa jenis benda yang ditakarnya.
Catatan:
Wasaq
1 wasaq = 60 Sha’
1 Sha’ = 2,157 Kg menurut Abu Malik dalam Sahih Fiqhis Sunnah.
1 Sha’ = 2,176 Kg menurut al-Qaradhawy dalam Fiqhuz Zakah.
1Wasaq = 60 * 2,176 Kg = 130,56 Kg
5 Wasaq = 5 * 130,56 Kg = 652,8 Kg
Uqiyah jamaknya Awaq.
1 Uqiyah = 40 Dirham
5 Uqiyah = 200 Dirham
4. Kepemilikan yang sempurna
Syarat harta yang dizakati harus menjadi al-milk at-tamm, milik sempurna. Harta yang tidak sempurna dalam penguasaan seseorang tidak perlu dizakati. Ini tentu kembali kepada sang pemilik harta itu sendiri yang mengetahui hakikat kepemilikannya.
Misal harta yang tidak dimiliki secara sempurna: Piutang yang macet. Harta yang rusak sebelum jatuh tempo haulnya. Atau harta milik tetapi dikuasai secara dzalim oleh orang lain.
5. Muslim Baligh dan Belum Baligh
Di kalangan para ahli fiqh ada khilaf tentang harta anak yang belum baligh dan orang gila/majnun dengan perbedaan pendapat yang cukup tajam sebagai berikut:
• Tidak wajib zakat, kecuali yang hartanya berkembang, hal tersebut antara lain Karena:
-Anak-anak dan orang majnun tidak mukallaf (orang yang tidak mendapat kewajiban dari Allah, yaitu anak yang belum balig, orang yang tidur dan orang majnun).
– Manfaat zakat adalah untuk membersihkan dosa-dosa. Sedang orang yang tidak mukallaf tidak punya dosa. Namun harta yang berkembang tetap terkena kewajiban zakat.
• Wajib zakat, antara lain Karena:
– Termasuk dalam kategori perintah zakat. Yaitu perintah Allah: ambil zakat dari harta mereka!
Disini tidak ada pembatasan dari segi sang muzakki. Karena semua memerlukan pembersihan, tazkiyah.
Perhatikan sabda Rasulullah SAW:
Zakat diambil dari orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang miskin di antara mereka.
Kata ‘mereka’ yang kedua, yakni para penerima pembagian zakat adalah orang tanpa membedakan umur. Termasuk orang yang sudah balig dan yang belum balig, sehingga di dalam kata ‘mereka’ yang pertama termasuk juga orang yang sudah balig dan yang belum balig. Dan Rasulullah Saw memerintahkan kepada wali atau penanggung jawab anak yatim agar mengembangkan harta anak yatim dengan berdagang.
6. Haul
Syarat wajib membayar zakat adalah haul.
Haul ini adalah perjalanan setahun qomariyyah, yang merupakan syarat masa kepemilikan harta yang wajib dizakati selain hasil pertanian, selanjutnya setiap haul membayar zakat harta bila harta sama atau di atas nisab.
“Bolehkah membayar zakat sebelum jatuh tempo haul?”
Ada dua pendapat:
Tidak boleh
Pendapat ini memandang bahwa ketika haul, itu merupakan waktu membayar zakatnya. Kalau membayar sebelum haul maka tidak sah. Karena belum datang waktu untuk membayar zakatnya. Seperti halnya menunaikan shalat harus pada waktunya. Bila melaksanakan shalat Dzuhur sebelum waktu Dzuhur, maka tidak sah. Ini pendapat Imam Malik.
Boleh.
Pendapat ini menggunakan dasar bahwa Rasulullah Saw pernah menarik zakat dari paman beliau Abbas Ra, dua tahun dibayar lebih awal. Sehingga ketika Rasulullah Saw menugaskan Umar bin Khattab Ra untuk menarik zakat. Ia tunaikan tugas tsb dengan adil dan kosnsisten. Diantaranya ia menarik zakat dari Khalid Ra dan Abbas Ra. Keduanya menolak. Sebabnya, Khalid bin Walid telah mewakafkan peralatan perangnya. Adapun Abbas Ra menolak karena sudah membayar zakat hartanya sebelum jatuh tempo, penolakan ini dikukuhkan oleh Rasulullah Saw. Ini merupakan pendapat Syafii, Hanbali dan Abu Hanifah
================