“Ah, emak-emak depresi itu kurang iman aja!”
Kadang ada orang yang menganggap depresi atau stres tingkat tinggi itu karena kurang iman. Kurang ibadah. Kurang ngaji.
Saya tidak punya cukup ilmu untuk menilai. Tapi saya ingin berbagi sesuatu yang saya dapat setelah merenungkan kisah seorang perempuan penghulu surga.
Perempuan terbaik, paling shalihah di zamannya; Maryam binti Imran. Bunda dari Nabi Isa Alayhissalam.
Alquran mengabadikan ucapan Maryam saat hendak melahirkan Isa alayhissalam. Sebuah kalimat yang menyiratkan beban mental begitu berat.
Sebuah kalimat yang menurut saya, terlalu tabu untuk diucapkan. Apalagi oleh seorang perempuan yang menjadi pemimpin perempuan surga. Kalimat yang mungkin kalau diucapkan di hadapan emak yang gak empati, responnya persis sama dengan kalimat yang saya tulis di awal tadi 😀
Allah mengabadikan ucapan curhat Maryam itu dalam Alquran. Ucapan yang memang hanya Maryam ucapkan dalam kesendirian, bukan di hadapan kaumnya apalagi di medsos yak. Ucapan tersebut tertulis dalam surat Maryam ayat 22-23.
“Dan kisahkanlah di dalam Kitab (Al-Qur’an) tentang Maryam, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Rasa sakit hendak melahirkan membawanya pada pohon kurma, ia berkata: “Oh, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tak berarti dan dilupakan.””.
Saya membayangkan duka hati Maryam. Seorang gadis yang beribadah siang dan malam di Baitul Maqdis. Semua orang hanya mengenalnya sebagai seorang perempuan shalihah.
Lalu tiba-tiba ia hamil tanpa suami? Apa kata dunia??
Maryam tahu tak akan ada yang percaya. Hanya Zakariya dan istrinya, yang yakin akan kebenaran cerita Maryam.
Setegar-tegarnya Maryam, setinggi-tingginya iman Maryam, gadis itu tetap hancur hatinya mendengar omongan orang.
Itu Maryam, perempuan paling shalihah pada zamannya. Paling banyak zikirnya. Paling bagus ngajinya. Paling tebal imannya. Jangan ditanya ibadahnya.
Bisa-bisanya perempuan seshalihah itu akhirnya berkeluh kesah? Bahkan sampai berucap mengharap kematian?Hanya karena omongan orang?
Betapa begitu besarnya pengaruh kalimat tuduhan, nyinyiran, dan penghakiman terhadap batin seorang Maryam.
Maryam sang manusia pilihan masih bisa merasakan sakit hati, pilu terhadap pandangan orang.
Bahkan sampai berandai mati saja. Dilupakan orang. Dianggap tak pernah ada. Daripada harus menghadapi dunia yang tak berpihak padanya.
Di situlah saya tersadar. Maryam, perempuan shalihah yang imannya tak mungkin diragukan itu, hanya manusia biasa.
Manusia, diciptakan Allah dengan fitrah rasa. Punya emosi dalam jiwa. Keberadaan iman tidak meniadakan gejolak emosi manusia. Melainkan mengarahkannya untuk mengelola segala rasa dalam taat padaNya. Tapi sekali lagi, bukan menghilangkan semua emosinya. Inilah bedanya manusia dengan malaikat.
Butuh waktu bagi manusia untuk mengelola emosi jiwa dan buncahan rasa. Ada proses yang perlu dilewati, bukan dalam sekejap mata.
Ah, entah mengapa setelah membaca kisah Maryam, saya tak sampai hati menyimpulkan perempuan yang depresi itu kurang iman.
Justru bisa jadi episode depresi yang mereka alami, adalah cara Allah menaikkan mereka ke derajat yang lebih tinggi. Atas jihad mereka mengelola hati.
Siapa tahu, sakit hati yang mereka rasa, adalah jalan menuju surga. Sebab gugurnya dosa. Sebab pahala atas lelah jiwa.
Jangan-jangan saya yang ujiannya biasa-biasa saja, sedang jalan di tempat belok kiri dikit masuk neraka, hiks naudzubillahimindzalik..
Kembali ke kisah Maryam. Setelah curhatan duka tersebut, Allah pun langsung meresponnya.
Ternyata bukan dengan menghardik Maryam karena ia mengeluh berandai mati saja. Allah tidak bilang, “Eh Maryam, gak boleh ngomong gitu! Mana iman kamu?!”.
Tidak.
Allah Maha tahu, manusia yang ia ciptakan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Sedang kalut dengan emosi yang mengaduk jiwa.
Allah Maha tahu, yang dibutuhkan Maryam saat itu bukan omelan. Bukan nasihat. Tapi dukungan. Ketenangan.
Apa yang Allah lakukan?
Surat Maryam ayat selanjutnya, 24-26.
“Kemudian Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyang-goyangkanlah pelepah pohon kurma itu ke arahmu niscaya akan gugur buah-buah kurma yang telah masak itu kepadamu. Maka makanlah dan minumlah, dan senangkanlah hatimu. Jika kamu melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar kepada Yang Maha Pengasih untuk berpuasa, maka aku takkan berbicara kepada seseorang pun pada hari ini.””
Allah mengutus ‘konselor’ berupa malaikat Jibril untuk memandu Maryam. Menghalau kesedihan dan menuntunnya fokus pada kekuatan yang masih ia miliki. Perintah untuk menggoyang pelepah pohon kurma untuk menjatuhkan kurma matang adalah cara Allah membuat Maryam percaya dirinya masih punya daya.
Selanjutnya Maryam diminta makan dan minum, serta menyenangkan hatinya. Menurut saya, ini solusi yang sangat manusiawi!
Maryam yang sedang tenggelam dalam rasa sakit karena melahirkan, emosi sedih membayangkan tudingan kaumnya, diberikan kesempatan untuk makan dan minum. Setelah terselesaikan kebutuhan pokoknya tersebut, barulah Allah menyuruh Maryam menyenangkan hatinya.
Selama Maryam menata hati, Allah beri ia kesempatan untuk menenangkan diri, memenangkan pertempuran batinnya dengan berpuasa. Maryam diperintahkan untuk berpuasa dan tidak berbicara. Tidak membantah apapun komentar negatif kaumnya.
Masya Allah.
Membaca kisah ini sungguh membuat saya merasakan kasih sayang Allah. Bahwa Dia tak pernah meninggalkan hambaNya. Tidak pernah membebani di luar batas kemampuan hamba Nya. Bahwa Allah sangat memanusiakan manusia.
Bahwa ungkapan kesedihan, merasa tak ada harapan, bukanlah pertanda hilang iman. Melainkan pertanda bahwa yang mengucapkannya hanyalah manusia. Ciptaan Allah yang dibekali fitrah rasa. Makhluk yang membutuhkan perlindungan Robb-nya.
Maka jika ada emak yang curhat kelelahan, sedih, sampai punya keinginan menyakiti diri sendiri atau anaknya, jangan buru-buru menghakiminya kurang iman.
Ajaklah ia duduk nyaman, fokus pada kekuatan yang masih dimilikinya. Bawakan makan, minum, dan senangkan dulu hatinya. Baru bantu ia menata emosinya.
Jika sang emak curhatnya di medsos, gak usah nimbrung komentar nyinyir. Cukup diinbox, diwapri, diajak ngobrol personal aja. Kalau benar-benar peduli dan sayang padanya.
Sebab kita tak pernah tahu, Allah mungkin sedang menaruh perhatian padanya. Sedang mengamati siapa yang akan ikut dapat pahala dalam skenario ujian seorang hamba. Siapa yang ikut menolong dengan tulus dan siapa yang hanya ikut menjatuhkan sesama.
Wallahu a’lam bishshawab. Semoga Allah kuatkan semua ibu yang sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Makan, minum, dan bersenang hatilah, Bunda. Sebab Allah sedang membukakan jalan menuju surga. InsyaAllah.
Ditulis oleh : Yunda Fitrian