@ Cahyadi Takariawan
Corak interaksi dan kualitas interaksi orang tua dengan anak sejak masa kecil, sangat menentukan hubungan mereka saat sang anak telah dewasa dan menikah. Jika orangtua memiliki kelekatan yang baik dengan anak, hingga anak merasa nyaman bersama orangtua, akan membawa suasana kebaikan pula dalam masa-masa berikutnya.
Sayangnya, banyak orang tua yang memosisikan diri “hanya” sebagai orang tua, yang memerintah, melarang, menyuruh, mendidik dan membiayai kehidupan anak hingga dewasa. Mereka berinteraksi dengan anak dalam corak “orang tua dengan anak”, sehingga yang berlaku semata-mata hak dan kewajiban.
Banyak orang tua yang sibuk bekerja mencari penghasilan yang layak demi anak-anak, namun mereka lupa bahwa anak bukan hanya memerlukan sentuhan pendidikan formal yang bertaraf internasional dan berbiaya mahal. Mereka lupa bahwa anak bukan hanya memerlukan pemenuhan gadget canggih nan mahal dan paket internet tanpa batas kuota.
Mereka lupa bahwa anak bukan hanya memerlukan pemenuhan uang kuliner dan cinema. Sesungguhnyalah anak-anak sangat memerlukan perhatian, cinta dan kasih sayang orang tua.
Anak-anak tidak hanya memerlukan perintah dan larangan, namun mereka ingin mendapatkan tempat curhat. Mereka tidak hanya memerlukan figur orang tua, namun mereka mandambakan sahabat. Ya, sahabat. Yang mau mendengarkan keluh kesahnya, yang mau mendengarkan curhatnya, yang betah mendengarkan keinginannya. Sesuatu yang murah dan tidak berbiaya, namun justru paling sulit diuwujudkan orang tua.
Menjadi Sahabat Bagi Anak
Setiap manusia memerlukan sahabat dalam kehidupannya. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga memerlukan sahabat. Bukan hanya anak-anak yang sehat dan normal, bahkan pada anak-anak autis sekalipun, ternyata mereka lebih responsif terhadap orang yang bersikap sebagai sahabat.
Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu memerlukan orang lain, memerlukan lingkungan untuk mengekspresikan kebutuhan sosial dalam dirinya.
Salah satu musuh terbesar manusia adalah rasa kesepian. Manusia tidak akan tahan hidup sendirian, mengisolasi diri, tidak memiliki lingkungan pergaulan, berdiam diri dalam waktu lama. Perasaan kesepian secara pasti akan mempercepat munculnya masalah kesehatan dan bahkan mempercepat kematian.
Sebuah survei yang diberitakan kantor Berita Agence France Presse (AFP) di Tokyo tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari seperempat warga Jepang berusia 20-an berpikir untuk mengakhiri hidup.
Survei menemukan 28,4 % responden di usia 20-an ingin bunuh diri. Ini merupakan angka tertinggi dari segala tingkatan usia. Sebab terbesar dari keinginan bunuh diri adalah rasa kesepian.
Karena manusia adalah makhluk sosial, maka memiliki sahabat untuk mengobrol, berdiskusi dan berkomunikasi menjadi kebutuhan yang mendasar. Sahabat adalah orang yang bisa diajak untuk melawan kesepian.
Manusia senantiasa memerlukan orang lain untuk menerima dirinya apa adanya, saling memberi, saling mengerti, saling berbagi, saling mengisi dan juga saling melengkapi. Dalam sebuah persahabatan selalu ada kepercayaan, kebersamaan, kepedulian dan kedekatan hubungan, dengan tetap menerima adanya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Ketika anak-anak masih kecil, mereka memerlukan sahabat untuk menemani bermain, menonton acara kesayangan di televisi, berbagi cerita tentang super hero, atau cerita pengalaman seharian di rumah atau di sekolah.
Sahabat bisa membuat anak lebih terbuka karena posisi mereka sejajar, bisa saling mengisi, lebih betah dan asyik sekalipun sesekali diselingi pertengkaran. Karena itu, kehadiran sahabat sangat penting bagi anak karena membuat mereka bersedia saling belajar dan selalu diliputi rasa senang.