Tanggal 22 Desember, hari yang bagi bangsa Indonesia diperingati sebagai hari Ibu.
Masyarakat memperingatinya dengan berbagai macam acara, yang intinya ingin memberikan kebahagiaan dan memuliakan seorang ibu.
Meski, tentu saja, kewajiban membahagiakan dan memuliakan ibu bukan hanya dilakukan satu hari saja pada hari tersebut, tetapi sepanjang masa, sepanjang ruh masih ada di dalam jasad ini.
Kewajiban yang dengannya Allah menjanjikan surga. Namun demikian patut kita syukuri, bahwa di hari tersebut paling tidak kita diingatkan kembali, akan posisi penting dan peran besar yang telah diperankan oleh sosok “Ibu”. Sehingga rutinitas di berbagai macam tugas yang sering membuat lupa tentang “Ibu”, disegarkan kembali.
Peran dan posisi seorang ibu, adalah peran yang sangat strategis, peran yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun, dalam membangun umat dan peradaban. Sebuah syair yang mencoba merangkum dan mewakili makna tersebut di antaranya “Al ummu madrasatun” Ibu adalah sekolah. Sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas, dengan segala macam sistem dan SDM yang mendukungnya, akan berhasil mencetak para pemimpin yang handal dan tangguh. Demikian juga dengan sosok Ibu. Dari hati, jiwa, perasaan, pikiran dan tangannya yang penuh ketulusan dan kasih sayang, berhasil mencetak manusia-manusia pilihan yang menjadi pemimpin di segala medan kehidupan. Tengoklah kembali perjalanan sejarah para pendahulu kita, generasi terbaik, yang harus kita jadikan tauladan. Beberapa peran yang telah secara optimal dimainkan oleh para ibu berikut ini, semoga menginspirasi kita untuk terus berikhtiar menjadi Ibu dengan segala peran pentingnya.
1. Mempersiapkan anak menjadi pemimpin,
seperti telah dilakukan oleh Aminah, ibunda Rasulullah saw. Meski usianya tidak panjang, hanya sampai usia 6 tahun Rasulullah dididik oleh beliau, tapi Aminah telah melakukan banyak hal, yang menjadi bekal penting bagi jiwa kepemimpinan Rasulullah saw di masa mendatang. Peran yang dimaksud antara lain, beliau telah memilihkan sekolah terbaik bagi anaknya, Rasulullah saw, agar memiliki kemampuan bahasa yang hebat, dengan cara menyekolahkannya di “Sekolah Halimatus sa’diyah”. Masyarakat pedalaman dengan suasana asri, memungkinkan Rasulullah kecil untuk belajar bahasa yang fasih dan santun. Di sini juga, Rasul saw belajar dan menempa diri dengan sifat-sifat kepemimpinan, melalui aktivitas menggembalakan kambing, karena keluarga Halimah memiliki banyak ternak kambing. Dari sisi jasad, suasana yang masih sejuk pun turut mendukung kesehatan Rasulullah saw menjadi prima. Demikianlah, hal ini semua, karena kepiawaian Aminah ibunda Rasulullah saw dalam mengambil keputusan dan memilihkan “sekolah” terbaik bagi anaknya.
2. Memompa semangat anak untuk pergi berjuang,
seperti telah diperankan oleh “Khansa”, ibunda para mujahid, yang syahid di perang Qadisiyah. Sejarah telah mencatat, Khansa telah membakar semangat ke lima (sebagian menulis ke empat) anaknya untuk meraih syahid. “Wahai anak-anakku, Allah telah menyiapkan pahala yang besar bagi mereka yang berjihad di jalanNYA melawan kaum kuffar, ketahuilah, negeri akhirat jauh lebih baik dan lebih kekal dari dunia fana ini” Dan benar saja, setelah di motivasi dan tentunya sejak kecil telah dididik dengan kasih sayang, semua anak-anaknya pergi ke medan jihad dan semuanya menjadi syuhada. Yang lebih menakjubkan adalah kalimat yang kemudian diucapkan oleh ibunda khansa setelah mendapat kabar kesyahidan anak-anaknya. “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memuliakan aku dengan menjadikan anak-anakku sebagai syuhada.
3. Menghidupkan ekonomi keluarga, sehingga keberkahan dan kebahagiaan melingkupi seluruh keluarga, seperti telah diperankan oleh Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah saw. Dengan semangat dan niat ta’awun (saling membantu) dan mendukung perjuangannya suaminya (Rasulullah saw), Khadijah telah berhasil membangun perekonomian yang berkah melalui perdagangan, dengan tetap optimal mendidik anak-anaknya sehingga tumbuh menjadi pribadi yang kokoh, seperti Fatimatuzzahra, putri kesayangan Rasulullah saw, sekaligus istri Ali bin Abi Thalib, yang senantiasa sabar mendampingi Ali RA, dalam segala keterbatasan ekonominya. Khadijah pun, dalam segala kesibukan aktivitasnya berdagang dan mendidik anaknya, mampu menjalankan peran sebagai istri yang selalu menyejukkan hati suami. Pilihan yang cerdas, meraih keberkahan ekonomi keluarga, melalui perdagangan, yang lebih memungkinkan untuk bisa optimal mendidik keluarganya.
4. Mendidik masyarakatnya, menjadi masyarakat yang cerdas dan berwawasan luas,
seperti telah diperankan oleh Aisyah RA, istri Rasulullah saw, sepeninggal Khadijah binti Khuwailid. Allah karuniakan Aisyah RA akal pikiran yang sangat cerdas, beliau mampu menghafal hadits dalam jumlah ribuan. Beliau juga yang menjadi rujukan dan tempat bertanya segala hal para sahabat dan shahabiah, sepeninggal Rasulullah saw. Aisyah telah memberikan contoh bagi kaum ibu, dan bagi kita semua, untuk terus meningkatkan kapasitas diri menjadi mukmin yang berilmu, di mana Allah telah mengangkat tinggi derajat mukmin yang berilmu pengetahuan (yarfa’illahu ladzina aamanu minkum, walladziina uutul ilma darojat, QS al Mujadilah 11).
5. Amar ma’ruf nahi munkar, berani mengingatkan, meski terhadap pemimpin. Hal ini seperti pernah dilakukan oleh Khaulah binti tsa’labah, ketika suatu kali memberikan nasihat kepada Umar bin Khattab, yang saat itu menjadi Khalifah. Saat para sahabatnya ingin menghentikan nasihat Khaulah, Umar menjawab. “Biarkan Khaulah melanjutkan bicara, dialah seorang perempuan yang telah didengar aduannya oleh Allah Swt (surat mujadilah), maka seorang Umar tentu lebih wajib untuk mendengar nasihat/perkataannya. Andaikan Khaulah tidak berhenti bicara sampai pagi, maka aku akan tetap mendengarkannya, sampai khaulah yang menghentikannya, kecuali jika datang panggilan shalat, maka aku akan menunaikan shalat dahulu, kemudian aku akan kembali mendengarkan perkataan Haulah”. Demikianlah, Khaulah sebagai orang ibu bagi anak-anaknya, sekaligus Khaulah mampu memerankan fungsi sebagai anggota masyarakat yang berani mengingatkan “pemimpin”.
Demikianlah, sejarah telah mengajarkan kita untuk mengambil peran. Tantangan untuk kita semua, untuk kaum ibu, agar bisa meraih kemuliaan di sisi Allah dengan peran-peran pentingnya. SELAMAT HARI IBU. SEMOGA KITA LAYAK MENDAPAT SYURGA. Wallahu a’lam bishawwab.
Sumber: dakwatuna
Ditulis oleh : Sri Kusnaeni, S.TP. ME.I