News

SAAT DAY CARE MENJADI DAY (THEY) DON’T CARE

Saat ini daycare menjadi primadona banyak ibu. Padatnya aktivitas, sulitnya mencari pembantu atau baby sitter, tidak ada kerabat yang bisa dititipi anak, jadwal yang tidak pasti, menjadikan daycare solusi cepat.
Daycare tidak selalu identik dengan tempat mahal dengan berbagai fasilitas. Hampir setiap tempat ibu bekerja berdekatan dengan daycare. Kadang malah diinisiasi oleh perusahaan tempat bekerja itu sendiri. Dekat pabrik, sekolah, kantor pemerintah, bumn, atau di tempat pemukiman yang berpenduduk pasangan muda. Fasilitas pun beragam, mulai dari daycare mewah untuk kalangan menengah ke atas dengan fasilitas aduhai, kolam renang, sarana memasak dan olahraga, mainan edukasi, dokter dan psikolog, playground, hingga daycare murah meriah asal ada tempat berteduh dan penunggu anak. Kondisi pengasuhanan dalam daycare pun berbeda-beda. Ada yang terprogram dengan kurikulum yang rapi dan mapan dan para guru ahli, ada juga yang pokoknya asal nitip aja, anak aman nggak ilang.
Yang menarik, hampir semua kondisi orangtua (ibu) yang menitipkan hampir sama. Kalau bisa dikerjakan oleh daycare, kenapa harus sama ibu? Tak heran seringkali anak diantar ke daycare dalam keadaan apa adanya. Belum mandi dan belum sarapan. Kadang langsung angkut dari tempat tidur. Pulangnya terima beres, sudah mandi sudah makan, tinggal uwel-uwel bayi wangi aja.
Kebanyakan daycare beroperasi jauh lebih lama dari ibu bekerja. Mereka sudah buka sebelum ibu berangkat kerja, dan baru tutup setelah semua anak kembali pda ibunya masing-masing. Bahkan kebanyakan mereka sering menerima overtime.
Ada juga daycare yang menerima klien menginap. Anak dititipkan untuk menginap di sana karena ibu sibuk bekerja hingga larut atau harus  ke luar kota. Kadang juga agar ibu sekedar bisa bebas dari anak saja.
Tak heran banyak ibu kehilangan momen melihat anak mereka tumbuh berkembang. Gigi pertama anak kelihatan oleh pengasuh di daycare. Langkah pertama si anak juga di daycare. Kata pertama di yang mengajarkan pengasuh di daycare. Mainan dan buku favorit yang tahu pengasuh daycare. Makanan yang disukai dan tidak disukai yang tahu pengasuh di daycare. Ibu tinggal tanya saja.
Akhirnya banyak anak merasa lebih nyaman di daycare. Lebih hangat, lebih akrab, lebih bebas. Anak merasa lebih dekat  dengan pengasuh mereka. Anak lebih mirip sifat dan karakternya dengan pengasuhan mereka. Anak lebih nurut pada pengasuh mereka.
Padahal secara umum, tingkat pendidikan pengasuh daycare SELALU lebih rendah dari ibu. Tingkat penghasilan dan ekonomi pengasuh pun selalu di bawah ibu. Ya iyalah, kalau nggak ya lebih baik ibu jadi pengasuh daycare saja. Menjadikan daycare sebagai sentra aktivitas anak berarti menurunkan kualitas pengasuhan. Mungkin ada satu dua anomali. Kalau bukan karena bayaran selangit, mungkin karena kemurahan Allah saja.
Tak dipungkiri, hal ini pun terjadi pada anak yang diasuh ‘daycare privat’ alias pembantu rumah tangga dan baby sitter. Secara umum tingkat pendidikan pembantu dan baby sitter berada di bawah ibu. Bahkan dalam hal informasi populer saja ibu tetap lebih unggul. Yang ikut grup online parenting macam2 ya ibu. Yang ikut seminar parenting macam-macam ya ibu. Yang praktek si mbak. 😄
“Ah nggak koq, anak saya diasuh daycare sama pintarnya sama anak lain.” Mungkin begitu pendapat ibu. Yang jelas, penurunan tingkat pengasuhan dan pendidikan anak terjadi secara masif. Kemampuan anak secara merata lebih rendah dari usianya. Dan karena masyarakat kita suka melihat rata-rata, maka hal ini tidak jadi masalah. Maka pengabaian pengasuhan menjadi hal yang umum.
Itulah sebabnya, jika ada anak yang diasuh dan dididik dengan baik dan benar oleh orang tuanya, akan terlihat lebih menonjol dibanding yang lain. Padahal SEHARUSNYA semua anak bisa mencapai hal itu. Atau seharusnya berada di level itu walaupun di bidang yang berbeda. Dan kita KAGUM pada pendidikan anak di luar negeri di negara maju. Padahal modal mereka hanya meningkatkan kontribusi para ibu dalam pengsuhan.
Mereka mendorong orangtua untuk berpartisipasi aktif dalam pengasuhan. Memberi tunjangan, cuti, membangun sarana dan fasilitas umum, dan memberi ketenangan dan support pada orangtua yang mengasuh anak-anaknya .
Kondisi pengabaian ini semakin lama semakin mengkhawatirkan. Taruhannya adalah generasi masa depan. Tak usah heran melihat jika saat bersekolah nanti kebanyakan anak tidak mengerti apa yang mereka pelajari. Tak usah heran jika saat bekerja nanti kebanyakan mereka hanya mampu di level kuli. Yang memimpin mereka sekaligus mengeruk aset dan sumber daya negara ini adalah hasil didikan negeri asing yang terbukti baik. Akhirnya bangsa kita terjajah di negeri sendiri.
Dear ayah, ibu, anak-anak adalah amanah yang diberikan Allah pada kita. Kita yang akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak. Bukan sekedar materi yang harus kita berikan. Bukan sekedar hal teknis yang harus kita selesaikan. Namun yang terpenting adalah perhatian. Perhatian orang tua yang kelak mendorong anak menjadi pejuang. Pengorbanan orangtua yang kelak mendorong anak segera mandiri. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari.
Kembalilah, selagi ada waktu.
Salam hangat keluarga
Ditulis oleh Yuria Pratiwhi cleopatra, ST. M.Si

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *