Pengetahuan Umum

Sedekah Wakaf

Seperti yang sudah kita ketahui, wakaf merupakan salah satu amalan jariyah yang pahalanya tidak pernah putus meski sang wakif (orang yang berwakaf) sudah meninggal dunia. Mungkin sering kita dengar orang yang berwakaf itu yang mewakafkan hartanya atau barang yang ia miliki dengan jumlah yang lumayan besar, contoh: wakaf tanah, wakaf mobil, wakaf perkebunan, wakaf emas dan wakaf uang tunai puluhan juta. Lalu bagaimana jika kita ingin berwakaf dengan nominal tunai yang kecil?

 

Perlu diketahui bahwa Wakaf uang atau tunai merupakan salah satu wakaf produktif. Seperti dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 01 tahun 2009 pasal 1 disebutkan, bahwa “Wakaf Harta Benda Bergerak Berupa Uang yang selanjutnya disebut Wakaf Uang adalahwakaf berupa Uang yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk Mauquf alaih”. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan Uangwakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.

 

Dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf disebutkan dalam pasal 1, bahwa “Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif”. Di dalam Peraturan BWI tidak disebutkan minimal nominal wakaf tunai bagi sang wakif, sehingga dengan uang tunai Rp.10.000 atau Rp.20.000 pun kita sudah bisa berwakaf.

 

Sudah dipastikan berwakaf tunai sangatlah menguntungkan, karena uang tunai dapat diolah dan dimanfaatkan oleh sang nazhir sehingga uang tersebut terus ada dan kebaikannya pun terus mengalir untuk sang wakif. Jangan ragu untuk memulai kebaikan meskipun dari hal yang kecil sekalipun. Di sisi lain, kita bisa berwakaf dengan menabung sedikit demi sedikit. Misalnya satu hari menabung Rp.5.000 untuk wakaf, dalam satu tahun sudah terkumpul sekitar 1,8 juta rupiah. Cukup besar bukan? Jika kita melakukannya dengan ikhlas dan kontinyu, yang awalnya sedikit, lama-lama menjadi bukit.

 

 

Wakaf sudah disarankan dan dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Wakaf sendiri pertama kali dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat membangun Masjid Kuba di Madinah. Wakaf sangat disarankan karena pahalanya yang tidak terputus bahkan hingga sang wakif telah meninggal dunia.

 

Barang yang diwakafkan tentunnya harus sesuatu yang bersifat tidak habis dan dapat diolah, karena benda wakaf harus bisa memberi manfaat dan wujud atau nominalnya masih terpelihara sampai kapanpun. Bila barang tersebut tidak bisa memberi manfaat secara kontinyu karena hanya bisa dipakai sekali, seperti makanan, maka barang tersebut tidak bisa diwakafkan. Namun barang tersebut dapat dibagikan dan bersifat sedekah.

 

Perlu diketahui bahwa wakaf tidak selalu bersifat kegiatan keagamaan secara langsung loh. Wakaf boleh juga dimanfaatkan untuk keluarga dan kerabat dan boleh untuk masyarakat umum. Seperti yang dicontohkan para sahabat nabi, Umar ra mewakafkan kebunnya, Ustman mewakafkan sumber air yang melimpah dan Khalid bin Walid ra mewakafkan peralatan perang.

 

Lalu barang apa saja yang dapat diwakafkan? Seperti yang disebutkan sebelumnya, barang tersebut harus bersifat tidak habis dan bermanfaat, contohnya: tanah, uang, kebun, rumah, peralatan rumah tangga, dll. Tentunya barang tersebut dapat dimanfaatkan secara kontinyu dan berkala.

Tidak hanya menabung tempat tinggal yang nyaman di akhirat, namun sedekah membuat keberkahan dan kesejukan hidup di dunia. Sedekah merupakan salah satu obat berbagai macam penyakit. Tidak hanya sebagai ladang amal, namun keuntungan yang didapat dari sedekah sungguh luar biasa bagi orang yang sedang ditimpa penyakit.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.” (HR. Abu Dawud, At Thabarani dan Al Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh Al-AlBani dalam Shahihul Jami’). Dari hadits tersebut, Allah sudah memberikan jalan kepada kita untuk berikhtiar dengan cara bersedekah. Seperti yang diketahui bahwa waktu yang paling baik untuk bersedekah adalah saat kita sedang kekurangan dan takut miskin. Di saat kita sakit pun, Allah menyarankan kita untuk tetap bersedekah. Mengapa demikian?

Dalam QS. At-Taghabun ayat 17 disebutkan, bahwa: “Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipat gandakan (pembalasannya) kepada kamu dan mengampuni kamu.”. Dari ayat ini, kita bisa mengambil hikmah bahwa dengan sedekah, Allah akan memberikan imbalan yang lebih baik. Yakinlah, dengan sedekah, keajaiban dari Allah akan mengalir untuk kita.

Seperti dalam sebuah kisah, Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang penyakit yang menimpa lututnya semenjak tujuh tahun. Ia telah mengobati lututnya dengan berbagai macam obat. Ia telah bertanya pada para tabib, namun tidak menghasilkan apa-apa. Ibnul Mubarak pun berkata kepadanya, “Pergilah dan galilah sumur, karena manusia sedang membutuhkan air. Saya berharap akan ada mata air dalam sumur yang engkau gali dan dapat menyembuhkan sakit di lututmu.” Laki-laki itu lalu menggali sumur dan ia pun sembuh. (Sumber: Shahihut Targhib).

  • Mari perbanyak sedekah dengan hati yang ikhlas dan lapang. Yakinlah, Allah yang mengatur rezeki kita. Dengan sedekah, rezeki tidak akan berkurang, namun akan terus bertambah dan berkembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.