Pengetahuan Umum

Sudah Merdeka, Tuan?

Mohammad Fauzil Adhim

 

Hari ini, 14 Agustus mengingatkan saya kepada peristiwa di tahun 1597. Di tanggal yang sama dengan hari ini, di tahun itu, rombongan VOC meninggalkan negeri kita kembali ke Belanda dengan membawa berton-ton rempah dan lebih penting lagi sejumlah data yang kelak akan mereka pelajari untuk merumuskan strategi penjajahan terhadap bangsa ini, sehingga dapat menguasai jalur rempah yang berlimpah. Rombongan yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman itu berlayar pulang menuju Amsterdam untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan ke markas VOC.

 

Ketika bangsa kita sedang haru biru tentang kemerdekaan, ada satu hal yang perlu kita ingat. Tidak semua bangsa yang merdeka akan selamanya merdeka. Sekali merdeka tetap merdeka itu jargon. Tidak bernilai apa-apa kalau pikiran, perasaan, ucapan, perilaku dan tindakan kita masih terjajah, mulai terjajah atau semakin terjajah. Begitu pula anak-anak kita maupun anak didik kita di sekolah-sekolah. Dan kita tidak bisa berharap banyak akan lahirnya generasi yang merdeka jika orangtuanya, gurunya, para pengelola sekolah dan lembaga justru sedang dan kian terjajah pikirannya, keyakinannya dan kehormatannya sehingga mempengaruhi Tindakan mereka dalam mendidik anak sehari-hari maupun tatkala merumuskan, merancang dan melaksanakan rancangan minhaj alias kurikulum di sekolah-sekolah mereka.

 

Belajarlah dari sejarah. Belanda datang ke sini tidak tiba-tiba menjajah secara militer, menguasai negara kita yang ketika itu namanya bukan nusantara. Indonesia belum ada, ya… Ingat itu. Kita harus jujur, tidak malu dan tidak menutup-nutupi. Dimulai dari Cornelis de Houtman yang meninggalkan Belanda pada tanggal 2 April 1595 dan tiba di Banten pada tanggal 27 Juni 1596, VOC mengumpulkan informasi berikut data-data penting untuk dikaji oleh para akademisi –selain tentu saja mereka kembali dengan membawa rempah-rempah—untuk merumuskan langkah-langkah selanjutnya.

 

VOC datang lagi pada tahun 1616. Inilah proses awal penjajahan sebagaimana ditulis oleh Dr. Jurrien van Goor, seorang dosen senior untuk mata kuliah Sejarah Penjajahan dan Dekolonisasi di University of Utrecht, bertajuk Prelude to Colonialism: The Dutch in Asia. Penjajahan resminya sih bukan dimulai tahun itu. Masih perlu waktu panjang untuk akhirnya dapat benar-benar dikuasai dari segala segi sehingga kita sepenuhnya kehilangan kedaulatan.

 

Saya tidak hendak membicarakan buku yang awalnya merupakan disertasi ini. Yang ingin saya garis-bawahi –dan itu menegaskan apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Abd Al-Fattah Al-Awaisi, guru besar di Ankara Sosyal Bilimler Üniversitesi (Universitas Ilmu-ilmu Sosial Ankara), Turki. Beliau menyampaikan bahwa setiap penjajahan berupa pendudukan sebuah negara atas negeri lain, senantiasa menunjukkan jalan yang sama, yakni penjajahan pikiran hingga akhirnya penjajahan keyakinan. Begitu pula jalan untuk merdeka dan berdaulat yang sesungguhnya, harus dimulai dari merdeka dalam berpikir dengan memiliki pijakan kuat bermartabat.

 

Maka hari ini marilah kita bersedih hati karena di usia proklamasi kemerdekaan RI ke-76 ini, justru saya merasakan meluasnya penjajahan maupun keterjajahan. Kian parah. Kian mengkhawatirkan. Tidak terkecuali di kalangan para pendidik, intelektual, orangtua, anak muda dan bahkan anak-anak pun dididik dengan pikiran terjajah.

 

Maka, kita tidak bisa berbicara tentang pendidikan yang baik, jika perasaan, pikiran, sikap dan keyakinan kita masih terjajah, apalagi sangat terjajah, meskipun kita seolah-olah sedang menuju puncak kehebatan.

 

Apa bedanya penjajahan dan keterjajahan? Penjajahan itu tindakan terencana yang dilakukan oleh pihak lain dengan maksud menjajah, atau sebagian bagian dari upaya melakukan penjajahan secara total. Sedangkan keterjajahan adalah keadaan seseorang, sekelompok orang atau suatu bangsa merasa hina di hadapan budaya, bahasa, pemikiran, gaya hidup maupun kekuasaan bangsa lain. Menganggap hina diri atau bangsa sendiri meskipun benar, menganggap baik bangsa lain meskipun salah.

 

Apa saja keterjajahan —untuk tidak menyebut penjajahan— yang sedang terjadi?

 

• Penjajahan Bahasa –bedakan dengan penguasaan bahasa asing sebagaimana Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Zaid bin Tsabit mempelajari bahasa Ibrani dan bahasa Suryani.

• Penjajahan Gaya Hidup

• Penjajahan Budaya

• Penjajahan Akademik

• Penjajahan Pendidikan

• Penjajahan Aqidah, meskipun secara formal agamanya masih Islam.

• Penjajahan Ekonomi dan Sosial

 

Ingat, bendera kita –merah putih—atas sobekan atas bendera Belanda yang merah putih biru. Semangat menyobek keterjajahan itu harus kita jaga.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.