Di era digital membuat perilaku manusia berubah, khususnya semenjak berkembangnya media sosial, dunia terasa semakin luas tak terpisah oleh ruang dan waktu
Namun tanpa di sadari, media sosial telah mengubah perilaku kehidupan manusia, eksistensi di media sosial mengakibatkan sebagian orang menghalalkan segala cara untuk terlihat “kaya” dan sukses, padahal berbeda jauh dengan kenyataan hidupnya
Beberapa klien yang datang, kalau kita lihat profil mereka di media sosial sungguhlah indah, banyak orang iri padanya, karena ia menampilkan kehidupan yang “sempurna” ibarat selebriti mereka selalu posting sesuatu yang terlihat mewah, makan, jalan-jalan, mall, bandara, wisata, foto keluarga, namun ketika mendengar kisah-kisahnya sungguh jauh dari kenyataan, ada yang hampir bercerai, ada yang korban KDRT, ada yang dikejar hutang, ada yang tidak ada biaya buat berobat.
Seorang teman saya suatu hari mengirim pesan, menanyakan kabar, lalu saya menanyakan kabarnya balik, ia bercerita kalau dia bekerja di perusahaan asing, saya pun percaya, karena saya lihat foto-foto di medsosnya sungguh keluarga bahagia, tidak berapa lama seorang teman mengirimkan pesan kabar duka bahwa teman tsb telah meninggal dunia, dan ternyata dia sudah menderita sakit yang lama, dia korban PHK, istri dan anaknya meninggalkannya, dan dia meninggal di sebuah kontrakan kecil dan tidak memiliki biaya untuk berobat, lalu saya tanya, bukankah dia hidup bahagia dengan foto-foto di medsosnya? Teman saya yang kebetulan dekatnya dengannya mengatakan bahwa foto yang ia posting di medsos itu adalah foto lama yang di ulang-ulangnya, karena kerinduan dengan anak istri yang sudah 2 tahun meninggalkannya, saya pun berderai air mata, seandainya ketika itu ia mau bercerita mungkin saya bisa membantunya, namun semua sudah terjadi, tak ada yang bisa di tangisi
Demikian juga dengan kisah seorang istri yang selalu “insecure” dengan postingan teman-temanya di medsos, ia merasa dirinya tertinggal dari teman-temannya karena temannya telah memiliki segalanya, harta, jabatan dan status sosial, padahal apa yang mereka posting belum tentu benar adanya, setiap orang/keluarga juga memiliki masalah, akhirnya sang istripun berusaha terlihat mapan dan kaya, dia menampilkan foto-foto yang menunjukan bahwa dia adalah keluarga sukses, kaya dan mapan, namun untuk terlihat hebat dia berbohong, meminjam sana-sini bahkan berhutang dengan pinjaman online untuk membeli barang keinginannya, ia ingin punya rumah di tempat yang elit agar tidak malu bila ditanya tinggal dimana, akhirnya ia berhutang ke Bank, untuk mengisi rumahnya ia belanja dengan kartu kredit, yang akhirnya ia berurusan dengan “debt collector” dan hidupnya secara batin tersiksa karena ia setiap akhir bulan ia harus membayar hutang dan di “teror” penagih hutang, akhirnya rumah tangganya bermasalah, sering berantem, tertekan, cemas dan hidupnya tidak bahagia
Inilah yang disebut dengan ” korban penipuan di medsos, akhirnya menjadi penipu di medsos” awalnya dia hanyalah korban, namun akhirnya diapun menjadi pelaku
Permasalahan ” menipu” di media sosial saat ini sering terjadi, seandainya mereka tidak terpengaruh, tidak terprovokasi oleh para “penipu” mungkin mereka tidak pula menjadi “penipu”
Disaat pandemi ini cobalah buat hidup itu buat sederhana saja, sesuaikan keinginan dengan pendapatan, bila tidak punya jangan gengsi dan terpengaruh oleh orang lain, banyak bersyukur atas apa yang kita peroleh, kurangi gaya, agar tidak banyak terjadi tekanan, khususnya gaya hidup yang membuat kita tersiksa
Selamat bahagia
Muhammad Iqbal ,Ph.D