Ibadah, Pengetahuan Umum, Sedekah

Kumpulkan yang Kecil untuk yang Besar

Kita pasti sering mendengar pepatah ini: sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Pepatah ini sudah diajarkan sejak kita duduk di bangku sekolah dasar. Biasanya, ini dikaitkan dengan anjuran bagi kita untuk hidup hemat dan menabung.

 

Namun, jarang kita sadari pepatah ini juga memiliki sisi lain yang bisa kita gali dan terapkan. Prinsip ini sebenarnya berlaku pula dalam urusan berbuat dan beramal kebaikan.

 

Harusnya kita belajar untuk mengumpukan kebaikan dalam setiap tindakan kecil. Tindakan kecil demi tindakan kecil yang kita perbuat tanpa kita sadari kelak akan menjadi sebuah kebesaran dalam jiwa.

 

Tanamkan dan kumpulkan kebaikan demi kebaikan kecil. Tak apa kecil tak apa jika terlihat sepele. Kelak, dia akan menjadi besar dan kita sendiri pun akan merasa kagum tak percaya bahwa hal kecil itu kini menjadi besar.

 

Allah tidak pernah menilai amalan dari besar dan banyaknya, tapi Allah melihat bagaimana hati kita menyertai amalan kecil itu dengan kasih sayang, ucapan terima kasih, senyuman, dan sapaan ramah.

 

Bukankah yang kecil tapi diberikan dengan senyuman akan jauh lebih menyenangkan? Bukankah kita tidak suka jika diberikan sesuatu yang besar tapi pemberinya tidak memberikan dengan penuh rasa sayang dan rela?

 

Kumpulkanlah segala amal-amalan kecil yang bisa kita lakukan. Lakukan setiap saat setiap ada kesempatan. Jangan peduli dengan amal orang lain yang mungkin bisa lebih besar atau lebih banyak. Cukup fokus pada amal kita sendiri dengan menghadirkan hati terbaik kita dalam amalan.

 

Tanamkan dalam diri, di setiap hari saat kita hendak keluar dari rumah, hari ini kita harus mengumpulkan kebaikan demi kebaikan kecil lainnya. Jika perlu, catatlah di sebuah buku kecil kebaikan apa yang akan dan telah kita kumpulkan sepanjang hari itu.

 

Fungsinya sederhana, agar kita jauh lebih bersemangat dalam mengumpulkan kebaikan lainnya. Agar kita mampu menghibur diri dan menatap bahagia kehidupan kita walau susah sekalipun.

 

Tulislah dan berilah penghargaan pada diri sendiri yang telah terus menerus berusaha menjadi orang baik. Berilah penghargaan bahwa kita berusaha mengumpulkan kebaikan walau kecil.

 

Cintai diri kita dengan mengumpulkan sebanyak mungkin amal kebaikan. Sayangi diri kita agar kelak tak dibakar panasnya api neraka, agar kita jadi satu dari sekian yang namanya disebut-sebut malaikat di langit sana.

 

Kumpulkan lah yang kecil untuk hal yang lebih besar dan kekal. Kumpulkanlah uang uang yang kita anggap sedikit itu, nanti lama kelamaan akan menjadi banyak. Uang itu bisa kita alokasikan khusus buat sedekah harian atau tentatif kita. Bukankah, sedikit demi sedikit lama lama akan menjadi bukit?

 

Jika kita pulang ke rumah membelikan makanan untuk keluarga, makanan harga termurah atau yang termahalkah yang paling sering kita pilih?

 

Kalau ada orang meminta-minta, uang kertas atau uang receh yang kita gemar berikan?

 

Kalau kotak infak dijalankan dan lewat di depan kita, uang nominal berapakah yang akan kita masukkan?

 

Sulit untuk memaksakan diri mengeluarkan apa-apa yang terbaik, yang paling baik dari apa yang kita bisa. Bagi kita kadang lebih mudah denga prinsip yang penting beramal, daripada yang penting terbaik amalnya.

 

Kita seolah lupa, ada Allah yang menyaksikannya. Ada Allah yang melihat nominal demi nominal yang kita keluarkan. Ada Allah yang melihat apakah kita berikan yang terbaik, yang paling kita cintai dan sukai?

 

Bukankah dijelaskan, janganlah kita memberikan sesuatu kepada saudara kita apa-apa yang kita akan malu jika itu diberikan pada pemimpin suatu kaum? Jika kita memberikan pada pemimpin buah yang segar lagi mahal dan dikemas baik, kenapa kita pulang pada keluarga dengan membawa buah dalam kantong kresek dan sedapat mungkin murah meriah? Bukankah berinfaq pada keluarga dan kerabat jauh lebih utama?

 

Kita sering ada di kondisi dimana harusnya beramal dengan yang paling baik yang bisa kita lakukan. Sayangnya, kita tergoda untuk menolaknya dan akhirnya hanya beramal dengan sekecil mungkin nominal yang di punya.

 

Belum benar rasanya tingkat keyakinan kita pada Allah bahwa harta itu akan diganti.

 

Kita seperti menimbang-nimbang sesuatu yang sebenarnya tidak pantas ditimbang. Bukankah jika perhitungan dalam beramal, maka Allah pun akan perhitungan pula atas pahala dan balasannya? Bukankah Allah sesuai prasangka kita dan keyakinan kita pada-Nya?

 

Masih belum mudah bagi diri kita membiasakan beramal dengan sesuatu yang terbaik dan yang paling kita cintai dari apa yang dimiliki. Kita masih suka bersempit dalam urusan harta.

 

Masih mendahulukan uang 500 perak ketimbang uang 20 ribu rupiah untuk diinfakkan. Masih mendahulukan menekan harga saat harus memberi pada orang lain.

 

Kita seperti tidak adil, di saat membeli sepatu dengan harga tinggi karena tidak mau kualitas abal-abal. Membeli tas yang harganya beratus-ratus karena tidak suka jika harus rusak dalam beberapa kali pakai. Tapi kita tidak menerapkan prinsip yang sama untuk amal kita.

 

Kita tidak pernah benar-benar memastikan bahwa apa yang kita infakkan sudah yang paling berkualitas. Kita tidak pernah benar-benar cemas apakah yang saya amalkan ini akan diterima dan bertahan hingga jadi tiket surga saya. Kita tidak pernah memperlakukan amalan sama dengan hasrat dunia kita.

 

Beramallah yang paling baik. Perlihatkan yang terbaik. Jangan berikan apa yang kita sendiri pun tidak akan menerimanya apabila diberi hal demikian oleh orang lain. Tempatkanlah diri kita dalam urusan ibadah dan amal sebagai orang yang juga akan melihat atau menerimanya. Apakah itu membuat kita bepuas diri atau sebaliknya sebatas menunaikan kewajiban tanpa ada kedamaian yang dihasilkan?

 

 

__

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.