Pengetahuan Umum

PENDIDIKAN TINGKAT SMA: BERESKAN SOAL ILMU

 

Oleh: Dr. Adian Husaini

 

Hari ini, Kamis (29/7/2021), saya mulai menjalankan tugas mengajar sebagai guru Pesantren at-Taqwa Depok. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya mengajar mata pelajaran “Islamic Worldview” untuk para santri yang baru memasuki jenjang tingkat SMA. Di Pesantren at-Taqwa, namanya PRISTAC (Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization).

 

Saya juga mengajar Islamic Worldview untuk mahasiswa S3 di UIKA Bogor. Meskipun substasinya sama, tetapi mengajar Islamic Worldview untuk para santri yang rata-rata berumur 14-15 tahun, harus dibedakan cara dan muatan materinya. Secara definisi, Islamic Worldview adalah “ru’yatul Islam lil-wujud” (menurut Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas).

 

Pada pertemuan pertama ini, saya menjelaskan mengapa harus ada PRISTAC. Mereka adalah para santri PRISTAC Angkatan kelima. Apa pentingnya untuk anak-anak seumur mereka harus mendalami pemikiran dan peradaban Islam, dengan mengikuti begitu banyak pelajaran tentang keilmuan dan peradaban Islam.

 

Kepada para santri PRISTAC itu saya menjelaskan perbedaan antara “Islamic Worldview” dan “Secular worldview” dengan contoh-contoh yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, bagaimana cara memahami pandemi Covid-19 dalam perspektif Islam dan sekuler. Kedua jenis worldview itu memiliki cara pandang dan solusi yang berbeda, meskipun ada juga persamaannya. Khususnya, dalam tataran empiris dan rasional.

 

Akar dari semua itu adalah masalah keilmuan. Ilmu yang benar, yang dikaji dengan cara-cara yang benar, akan menghasilkan ilmu yang bermanfaat (‘ilman naafi’an). Masalah ilmu inilah yang wajib dipahami oleh para murid tingkat SMA. Sebab, mereka rata-rata sudah akil baligh. Mereka sudah dewasa.

 

Rasulullah saw sudah memerintahkan setiap muslim untuk mencari ilmu. Yang wajib dicari adalah “ilmul haal”; ilmu yang diperlukan agar seorang bisa menjalankan kewajibannya sebagai muslim dengan baik. Begitu pentingnya masalah ilmu ini, sampai Rasulullah saw membekali kita dengan doa-doa untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

 

Karena itu, pada tingkat SMA, jangan sampai anak-anak masih salah paham atau tidak paham tentang ilmu dalam pandangan Islam. Jika salah paham atau tidak paham, maka tidak mungkin seorang akan dapat menjalankan perintah Nabi untuk mencari ilmu dengan benar. Inilah problem utama pendidikan kita saat ini! Para murid tidak diberikan konsep ilmu yang benar sebagaimana telah dirumuskan oleh para ulama kita.

 

Padahal, menurut Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, “the greatest challenge of muslim today is the challenge of knowledge”. Tantangan terberat yang dihadapi kaum muslim saat ini adalah tantangan ilmu. Anak-anak muslim dipaksa untuk memahami ilmu dan pendidikan dalam perspektif sekuler, sehingga menimbulkan confusion of knowledge (kekacauan ilmu).

 

Kepada para santri PRISTAC itu saya jelaskan pentingnya belajar ilmu yang benar, dengan niat yang benar, dan dengan cara-cara yang benar pula. Itu jika mau mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Para santri itu memang sudah banyak mendapat kajian tentang ilmu pada jenjang pendidikan sebelumnya, di tingkat SMP, yang di Pesantren at-Taqwa bernama Pesantren Shoul Lin al-Islami.

Mereka sudah mengkaji puluhan kitab tentang ilmu, seperti Gurindam-12 karya Raja Ali Haji dan Kitab Adabul Alim wal-Muta’allim karya KH Hasyim Asy’ari. Sebagian diantara mereka pun memiliki penguasaan bahasa Arab yang lumayan baik. Saat ujian kelulusan, saya sempat menguji langsung kemampuan bahasa Arab beberapa diantara mereka.

 

*****

 

Salah satu prosesi menarik dalam acara Wisuda Santri-santri Pesantren at-Taqwa Depok (24/7/2021), adalah wisuda santri-santri PRISTAC Angkatan ketiga. Ada 20 orang wisudawan. Mewakili teman-temannya untuk memberikan sambutan adalah Muhammad Irfan Hakim. Ia memberikan dalam bahasa Inggris yang cukup baik. Irfan menulis makalah tugas akhir dengan judul: “Konsep Agama Menurut HM Rasjidi”.

 

Rasa syukur menyelimuti hati kami, para perintis dan pimpinan Pesantren at-Taqwa Depok. Tiga tahun lalu, PRISTAC mulai dirintis, dengan direktur pertama: Dr. Alwi Alatas. PRISTAC adalah singkatan dari “Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization”. Sejumlah orang menyebut PRISTAC sebagai “PRE-ISTAC”.

 

ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization) adalah satu institusi pendidikan bertaraf internasional setingkat S2 dan S3 yang didirikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dibantu oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. Alhamdulillah, saya sempat menyelesaikan Ph.D. di ISTAC pada tahun 2009.

 

Dr. Alwi Alatas – seorang pakar sejarah – saat ini menjadi dosen di International Islamic University Malaysia (IIUM). Masih terkenang, tiga tahun lalu, saya bersama Dr. Alwi Alatas berangkat ke Kuala Lumpur, menemui Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud di Kuala Lumpur. Kami berkonsultasi tentang rencana pendirian PRISTAC. Alhamdulillah, Prof. Wan Mohd Nor menyetujui konsep PRISTAC dan memberi sejumlah saran. Beliau juga berkenan datang ke Pesantren at-Taqwa Depok.

 

PRISTAC didirikan dengan konsep dasar bahwa anak-anak usia 14-15 tahun sudah dewasa (akil-baligh), dan harus dididik sebagai orang dewasa. Mereka sudah bertanggung jawab atas pemikiran dan amalnya sendiri. Karena itulah, mereka harus dididik menjadi orang yang mandiri. Karena itulah, di PRISTAC, kajian tentang ilmu, pendidikan, sejarah, dan peradaban sangat ditekankan.

Apalagi, saat ini, umat Islam hidup dalam hegemoni peradaban sekuler yang “anti-agama”. Mohammad Asad (Leopold Weiss) menyebut, ciri peradaban modern adalah “irreligious in its very essence”. Dalam istilah Jean Paul Sartre: “even if God existed we still necessary to reject him”.

 

Karena itulah, pendidikan model Barat memang enggan menjadikan wahyu Allah sebagai pijakan konsep ilmu dan pendidikannya. Agama tidak dianggap penting. Tak heran, jika dalam berbagai jenjang pendidikan, masalah aqidah, ibadah, dan akhlak, tidak dijadikan hal yang utama dan syarat kelulusan.

 

Setelah meluluskan tiga angkatan, kami makin yakin bahwa PRISTAC adalah model pendidikan yang benar dan tepat, untuk tingkat SMA. Anak-anak setingkat SMA harus memiliki pemikiran Islam yang benar dan kokoh. Jangan sekali-kali menganggap remeh soal ilmu. Jika salah ilmu, maka akan salah amal. Jika beramal tanpa ilmu, maka akan sia-sia amalnya!

 

Salah satu poster besar di Pesantren at-Taqwa adalah kata-kata mutiara Imam al-Ghazali: “al-ilmu bi-laa ‘amalin junuunun, wal-‘amalu bi-laa ‘ilmin lam yakun.” (Ilmu tanpa diamalkan adalah gila, dan amal tanpa ilmu adalah sia-sia).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.