Hikmah, Pengetahuan Umum

PESAN PENDIDIKAN IBRAHIM ALAIHI SALAM

 

Oleh: Dr. Adian Husaini

 

Tentu ada hikmah besar, bahwa setiap hari, kita sebagai umat Islam senantiasa membaca doa untuk Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. Bahkan, doa itu kita baca berulang kali dalam shalat, mengikuti doa untuk Nabi Muhammad saw dan keluarga beliau.

 

Menyambut Idul Adha 1422 Hijriah, kita diingatkan kembali akan keagungan sosok Nabi Ibrahim a.s. Maka, sepatutnya kita merenungkan kembali perjuangan dan keteladanan manusia agung ini. Nabi Ibrahim a.s. berjuang menyadarkan kaumnya, termasuk keluarganya, agar meninggalkan kemusyrikan dan memegang teguh kalimah tauhid.

 

Untuk itu, beliau harus menghadapi resiko yang besar, dimusuhi, dibunuh, dikucilkan, dan diusir dari negerinya. Tak hanya sampai disitu. Nabi Ibrahim pun harus meninggalkan keluarganya di tempat yang jauh dari permukiman.

 

Namun, dalam kondisi yang sangat sulit seperti itu, Nabi Ibrahim a.s. tetap memberikan pendidikan terbaik terhadap keluarganya. Al-Quran surat al-Baqarah ayat 131-135 memberikan gambaran pendidikan Ibrahim a.s. kepada keluarganya. Kita simak makna ayat-ayat berikut ini:

 

(131) Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.

 

(132) Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.

 

(133) Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

 

(134) Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.

(135) Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah : “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.

 

*****

 

Itulah pesan pendidikan Nabiyullah Ibrahim a.s. dan para nabi sesudahnya. Intinya adalah agar anak-anak keturunan mereka tetap berpegang teguh dengan ad-Dinul Islam sampai mati. Dan agar mereka tidak beribadah kepada siapa pun dan kepada apa pun juga, selain beribadah kepada Allah SWT.

 

Nabi Ya’qub a.s., misalnya, sebelum wafat berpesan kepada anak-anaknya, “Apa yang kalian sembah sepeninggalku nanti?” Anak keturunan Nabi Ya’qub pun menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

 

Komitmen tauhid itulah yang diminta Nabi Ibrahim dan para Nabi lainnya. Anak-anak mereka tidak ditanya: “Sesudah aku tidak ada nanti, kalian makan apa?” Dan ketika ada bujukan untuk mengikuti agama Yahudi dan Nasrani, maka para keturunan Nabi Ibrahim itu pun diminta bersikap tegas, agar jangan berpaling dari ad-Dinul Islam. Itulah agama Nabi Ibrahim, agama yang lurus, yang tidak bercampur dengan kemusyrikan.

 

Kita paham, bahwa Nabi Ibrahim a.s. hidup di tengah masyarakat yang sangat bodoh, karena menuhankan dan menyembah patung-patung. Dominasi kemusyrikan begitu kuat. Kemusyrikan ditetapkan sebagai konsensus masyarakat dan kebijakan penguasa. Orang yang menolak kemusyrikan terancam hukuman berat.

 

Tetapi, Nabi Ibrahim a.s. berusaha keras menyadarkan mereka agar mau berpikir jernih, untuk menerima ajaran Tauhid dan meninggalkan kemusyrikan. Sampai-sampai beliau harus menggunakan metode yang menggoncang nalar masyarakat. Ibrahim berani menghancurkan patung-patung sesembahan mereka. Namun, mereka lebih memilih tradisi ketimbang kebenaran.

 

Pesan penting dari pendidikan Nabiyullah Ibrahim a.s. itu adalah bahwa jangan sekali-kali kita menganggap soal aqidah atau keimanan itu sebagai hal sepele. Dominasi kemusyrikan di era paganisme begitu kuat mencengkeram. Keluarga Nabi Ibrahim juga manusia. Mereka perlu makan dan hidup nyaman di tengah masyarakat. Tapi, demi keselamatan iman dan kebaikan masyarakat dunia-akhirat, Ibrahim memilih jalan yang berbeda dengan keluarga, masyarakat, dan penguasanya.

 

*****

 

Kini, kita hidup di zaman yang tantangan aqidah bukan lebih ringan dibanding dengan zaman Nabi Ibrahim a.s. Dominasi paham sekulerisme-materialisme telah menggiring umat manusia ke arah ateisme global. Survei-survei global menunjukkan negara-negara yang dikatakan maju dan makmur, justru sebagian besarnya merupakan negara-negara yang tidak lagi menganggap agama sebagai faktor penting dalam kehidupan.

 

Lembaga-lembaga pendidikan tingkat global yang “dianggap” paling tinggi mutunya bukanlah yang lembaga-lembaga memiliki tujuan dan kurikulum utama untuk menguatkan iman, taqwa, dan akhlak mulia. Kampus-kampus yang dianggap paling bergengsi justru secara terang-terangan menolak wahyu sebagai sumber ilmu dan dasar pendidikan.

 

Ironisnya, kemudian banyak sekali yang berlomba-lomba memasuki lembaga-lembaga pendidikan sekuler-materialis itu tanpa persiapan ilmu dan iman yang kuat. Apa yang kemudian terjadi? Di banyak negeri muslim, begitu banyak sarjana atau ilmuwan yang unggul dalam bidang sains-teknologi, kemudian kembali ke negerinya, dengan membawa paham sekuler pula. Akhirnya, banyak yang terjebak mengejar kesuksesan duniawi, dengan meninggalkan keimanan dan akhlak mulia. Namun, tidak sedikit pula yang selamat imannya, bahkan tampil sebagai ilmuwan muslim yang baik.

 

Karena itu, jika kita hendak mengirim anak-anak muslim untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan yang secara terbuka menolak tuntunan Tuhan dan mempromosikan kemusyrikan, maka perlu persiapan iman dan ilmu yang sangat kuat. Kita bisa berkaca pada sosok Ibrahim a.s.! Beliau tidak menjauh dari masyarakat. Beliau terjun ke tengah masyarakat dengan bekal iman dan ilmu yang kuat. Beliau tidak goyah imannya, meskipun hidup di tengah keluarga dan masyarakat yang memuja kemusyrikan.

 

Itulah pesan penting pendidikan Nabi Ibrahim a.s. yang bisa kita pahami. Utamakan keselamatan iman! Jauhi kemusyrikan. Wujud nyata iman yang kokoh adalah akhlak mulia. Karena itu, sesuai pesan pasal 31 (3) UUD 1945, sepatutnya, tes masuk terpenting Perguruan Tinggi kita adalah tes iman dan akhlak mulia. Dengan itu, insyaAllah, kita sukses dunia-akhirat!

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.