Oleh Ustadz Nopriadi Hermani
Panik. Belum tahu mau menyampaikan apa. Saya belum memiliki ide. Belum ada gambaran. Blank. Sementara kereta listrik terus melaju di jalur Den-en-toshi line. Kereta dari stasiun Miyamaedaira terus berpindah dari stasiun satu ke stasiun berikutnya. Seolah dia sedang berhitung saat melewati stasiun Saginuma, Tama-Plaza, Azamino, Eda, Ichigaoka, Fujigaoka, Aobadai, Tana, Nagatsuta dan Tsukushino. Tinggal satu stasiun lagi sebelum sampai tujuan. Pupus sudah harapan. Saya terus memandangi beberapa hadits di layar Ipad untuk mencari ide. Belum juga ketemu. Persis menjelang sampai stasiun Suzukakedai saya baru menemukan ide apa yang akan disampaikan di rumah Mbak Dona. Ide yang akan saya sampaikan di acara kajian keislaman keluarga muslim Indonesia yang sedang belajar di Tokyo Institute of Technology (Tokodai).
“Bukankah mengisi kajian tanpa desain materi akhirnya berbuah kesulitan? Bukankah tanpa ada rancangan materi bisa berdampak pada kegagalan? Bukankah persiapan itu penting sebelum realisasi? Ini poin bagus untuk materi parenting, bukan?”
Inilah yang akhirnya terlintas dalam benak saya waktu itu. Ternyata, kegelisahan akibat tidak menyiapkan materi justru menjadi ide yang menarik untuk bahan kajian di keluarga muslim Tokodai hari itu. Everything is created twice. First in the mind, and then in the reality. Segala sesuatu dikreasi dua kali. Pertama dalam pikiran dan yang kedua di dalam kenyataan. Demikian kutipan kata mutiara Stephen Covey dalam bukunya “7 Habits of Highly Effective People” saya kutip untuk mengawali kajian.
Bangunan bertingkat, mobil, pesawat terbang, kereta api, pendidikan di perguruan tinggi, reaktor nuklir, robot Asimo, buku, cermah agama, kebijakan pemerintah dan segala yang manusia buat selalu melalui dua tahap kreasi. Tahap pertama adalah desain (perencanaan) dan tahap kedua adalah implementasi (realisasi). Ini adalah garis besar proses karya manusia. Izinkan saya melengkapi kutipan dari Covey ini dengan kalimat berikut, “Semakin penting sesuatu maka kita serius di kreasi pertama. Semakin berharga sesuatu maka kita pasti serius di kreasi pertama.”
Apakah Anda setuju dengan tambahan ini? Bila segala yang penting dan berharga kita akan serius di kreasi pertama, pertanyaannya seberapa penting dan berharga anak-anak kita? Sudahkah kita memiliki desain diri untuk mereka?
Banyak orang tua mengatakan anak-anak mereka sangat penting dan berharga. Kenyataannya, mereka tidak memiliki desain apa-apa untuk diri anak-anak mereka. Mereka tidak memiliki rencana tentang pribadi anak-anak mereka. Mereka tidak memiliki gambaran bagaimana anak-anak menjalani kehidupan ini.Bila tidak memiliki desain diri yang ingin diwujudkan, maka bukankah itu sama saja memperlakukan anak-anak sebagai hal yang tidak penting dan tidak berharga? Saya percaya secara naluriah orang tua mencintai buah hati dan menganggapnya sebagai hal penting dan berharga. Namun, kurangnya perhatian dan keseriusan membuat mereka memperlakukan pribadi anak-anak sebagai hal yang tidak penting dan tidak berharga. Jiwa anak-anak mereka tidak lebih penting dari rumah yang mereka bangun. Bukankah rumah mereka telah disiapkan desainnya terlebih dahulu sebelum dibangun?
Betapa banyak pribadi anak-anak tumbuh tanpa desain dari orang tua. Padahal desain diri anak pada hari ini begitu penting dan genting. Mendidik anak di zaman sekarang seperti mengendarai mobil di lokasi yang ekstrem. Bila tidak hati-hati dapat celaka, bila terlalu ketat tidak pernah sampai tujuan. Orang tua yang tidak memiliki desain diri untuk anak-anaknya menunjukkan ketidakhati-hatian. Begitu pun yang memperlakukan anak terlalu ketat, bisa juga karena tanpa desain
Untuk menguji apakah kita telah memiliki desain diri sebenarnya mudah. Tanya saja pada diri kita hal penting apa saja yang ingin diwujudkan pada pribadi anak-anak kita? Hal penting apa yang sudah dan belum ada pada jiwa anak-anak kita? Hal apa yang harus ada pada anak kita? Tahukah kita bagaimana caranya mewujudkan itu? Bagaimana kalau hal itu tidak ada pada diri mereka? Hal buruk apakah yang akan terjadi pada mereka saat dewasa kelak? Coba tanya dalam hati kita, apakah kita telah memiliki desain diri untuk mereka? Sekedar tambahan, bagaimana merancang desain diri secara lengkap bisa merujuk buku “The MODEL” bagian III.
Era Kegagalan yang ditandai dengan kegagalan kehidupan pribadi dan kegagalan manusia menata peradaban membuat kita seharusnya lebih serius menyiapkan anak-anak kita. Kita harus memiliki desain diri yang jelas untuk mereka. Sebuah desain yang menjamin dapat menghantarkan mereka menjadi pribadi yang sukses-bahagia dan kontributif dalam membangun peradaban. Bila mereka dibesarkan tanpa desain diri, maka resikonya mereka tumbuh menjadi pribadi yang gagal dalam kehidupan serta tidak kontributif dalam membangun peradaban. Padahal, generasi mendatang seharusnya tidak hanya mampu meraih kesuksesan dan kebahagiaan, tapi juga mampu mewujudkan peradaban barokah untuk manusia.
Inilah akhirnya gambaran umum materi yang saya sampaikan di forum pengajian orang tua Indonesia saat itu, “Pentingnya Desain Diri untuk Anak”.
Bila orang tua tidak memiliki desain diri untuk anak-anak mereka, niscaya anak-anak akan mengalami kesulitan hidup di saat dewasa kelak. Seperti kesulitan saya memberikan kajian tanpa menyiapkan desain materi. Bila orang tua tidak memiliki perencanaan tentang pribadi dan masa depan anak-anak, maka anak-anak beresiko menjadi orang gagal. Seperti resiko kegagalan yang saya dapat ketika mengisi materi kajian tanpa rancangan.
Untunglah saya cepat menemukan ide di detik-detik kereta tiba di stasiun Suzukakedai, stasiun terakhir menuju lokasi pengajian. Segala sesuatu dikreasi dua kali, pertama dalam tahap desain dan kedua dalam tahap realisasi. Sudahkah Anda menyiapkan desain diri untuk buah hati tercinta yang ada di rumah? Insya Allah.