Oleh M. Anwar Djaelani
“KH Mohammad Siddik Wafat, DDII Kehilangan Ulama Berani” (www.republika.co.id 29/06/2021). &“Ulama Kharismatik KH Abdur Rasyid Abdullah Syafii Meninggal” (www.okezone.com/ 10/07/2021). “Ulama Hadits KH Dr. Lutfi Fathullah Wafat” (www.republika.co.id 11/07/2021).
Peran Besar
Tiga nama yang disebut di atas sekadar menyebut sebagian dari banyak ulama yang wafat di masa pandemi Covid-19. Sejatinya, telah ratusan yang meninggal. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un: “584 Ulama di Indonesia Meninggal Dunia Selama Pandemi Covid-19” (www.detik.com 05/07/2021).
Atas fakta itu kita patut berduka sedalam-dalamnya. Mengapa harus demikian? Siapa ulama itu?
Secara bahasa ulama berarti ”Orang yang mengerti” atau ”Orang yang berilmu” atau ”Orang yang berpengetahuan”. Dalam perspektif Islam, ulama adalah orang yang berkategori sebagai pewaris para Nabi_. Perhatikan hadits ini: ”Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabi” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dengan posisinya itu, sesungguhnya seluruh umat Islam wajib taat kepada ulama sejauh sang ulama benar-benar setia mengikuti ajaran Rasulullah Saw. Patuhlah, sebab setelah Nabi Saw wafat maka peran kenabian dalam melakukan dakwah amar ma’ruf nahi munkar berpindah kepada Sang Pewaris yaitu ulama.
Ikutilah ulama! Terus bersandarlah kepada hadits ini: ”Para ulama itu sebagai pelita di permukaan bumi ini, sebagai pengganti-pengganti para Nabi, dan sebagai waris saya-Muhammad-, dan sebagai pewaris para Nabi”
(HR Ibnu Ady).
Berdirilah di belakang ulama, sebab mereka adalah pembimbing dan pembina aqidah umat. Cermatilah hadits ini: ”Sesungguhnya perumpamaan ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang memberikan petunjuk di kegelapan bumi dan laut. Apabila dia terbenam, maka jalan akan kabur”
(HR Ahmad).
Secara umum, sebagai Pewaris Nabi, ulama berperan dalam hal: Pertama, sebagai pewaris tugas para Nabi. Makna dari posisi itu, yaitu berperan menyebarkan ajaran Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kehidupan yang berdasarkan Islam.
Kedua, sebagai pemberi fatwa. Memberi fatwa–baik berdasar permintaan atau tidak-wajib dilakukan ulama jika muncul suatu persoalan di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga, sebagai pembimbing dan pelayan umat. Ulama patut melayani umat. Dalam kaitan ini, ulama aktif membela dan memperjuangkan aspirasi umat Islam.
Keempat, sebagai penegak amar ma’ruf nahi munkar. Di bagian ini, ulama akan istiqomah menegaskan yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai salah. Kesemuanya dilakukan dengan cara yang penuh hikmah.
Kelima, sebagai pelopor gerakan pembaruan. Bahwa, sejarah terus bergerak berseiring dengan kemungkinan munculnya masalah-masalah keagamaan yang baru dan pasti membutuhkan jalan keluar. Di situlah, ulama berperan.
Keenam, sebagai pelopor gerakan ishlah. Juru damai adalah peran yang mesti dilakukan ulama andai terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Dengan peran itu, diharapkan semangat persaudaraan di kalangan umat Islam tetap terpelihara.
Berat, Berat!
Kembali ke pokok masalah. Atas banyaknya ulama yang wafat, sekali lagi, kita patut berduka. Ini masalah yang tak ringan. Perhatikanlah ayat ini:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Fathir [35]: 28). Artinya, jika ulama semakin sedikit, maka semakin sedikit pula orang yang takut kepada Allah.
Sebagai akibat dari hal di atas, yang kemudian bisa terjadi adalah akan semakin bertambah orang yang berani melawan Allah dengan cara mengabaikan perintah dan larangan-Nya. Tentu kondisi yang disebut terakhir ini sangat mengkhawatirkan.
Apapun, atas kenyataan yang kita hadapi sekarang, ini memang tantangan yang sangat berat. Ulama-ulama kita semakin berkurang, padahal mereka adalah pewaris Nabi.
Kita sangat sadar, tidak mudah untuk mendapatkan ganti ulama-ulama yang telah wafat. Sungguh tak gampang menanti kehadiran, misalnya, ulama-ulama dengan kapasitas seperti KH Mohammad Siddik, KH Abdur Rasyid Abdullah Syafii, dan KH Dr. Lutfi Fathullah.
.
Insya-Allah Sanggup
Apapun yang terjadi, kehidupan akan terus bergerak sampai Allah menentukan lain. Oleh karena itu, ujian berat ini harus kita respon dengan benar. Di antaranya, lewat usaha keras dalam usaha menghadirkan kader-kader ulama yang andal.
Atas semua usaha itu, harus kita kerjakan bersamaan dengan doa yang tak putus agar Allah memudahkan tugas yang tidak ringan ini. Yakinlah, bahwa dengan pertolongan Allah, semua ikhtiar kita akan terwujud. Hal yang demikian sangat mungkin, sebab “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
Jadi, bersikap optimislah!
Allahu-Akbar !