Pengetahuan Umum

20 TAHUN TRAGEDI WTC: APA KABAR PERDAMAIAN DUNIA

Oleh: Adian Husaini

 

Saat itu, 20 tahun lalu, 11 September 2001. Saya masih ingat, sepanjang malam, saya terus memantau siaran langsung peristiwa runtuhnya Menara Kembar WTC di New York Amerika Serikat. Masih segar dalam ingatan saya, saat Presiden AS George W. Bush, kemudian mengeluarkan seruan “war against terrorism”. Dengan tegas, Presiden Bush menyatakan, “either you are with us or with the terrorists.”

Sejak itu, dunia internasional pun mulai mengikuti gelombang baru dalam pemberantasan terorisme. Mimpi perdamaian dunia pun menjadi tanda tanya kembali. Padahal, setelah berakhirnya Perang Dingin, tahun 1990, harapan perdamaian sempat merebak di mana-mana.

Pasca Perang Dunia II, tahun 1945, muncul harapan bahwa umat manusia akan menikmati menikmati perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Namun, harapan itu berlangsung tidak lama, sebab dunia segera memasuki babak Perang Baru yang lebih panjang yang dikenal sebagai “Perang Dingin” (Cold War).

Perang itu akhirnya dimenangkan oleh pihak Barat. Presiden AS George Bush mengumumkan berakhirnya Perang Dingin dan keluarnya AS sebagai pemenang. Dia katakan: “For over forty years, the United States had led the West ‘ in the struggle against communism and the threat it posed to our most precious values. That confrontation is over.”

Perang Dingin adalah perang antara kekuatan-kekuatan militer raksasa. Perang Dingin – meskipun distilahkan dengan ‘Dingin’ – telah menelan begitu banyak korban nyawa manusia. Jutaan orang terbunuh di Vietnam, Korea, Afghanistan, dan sebagainya.

 

Pasca 11 September 2001, berbagai peperangan dan konflik antar umat manusia terus mewarnai layar sejarah manusia. Perang Irak yang dimulai Maret 2003 lalu, telah menewaskan jutaan penduduknya. Ribuan tentara AS juga mati. Konflik di Chechnya, Kashmir, dan negara lain pun terus berlangsung. Bumi Palestina tiada henti menjadi ajang pertumpahan darah. Sejak Intifadah II meletus, 28 September 2000, sudah puluhan ribu warga Palestina meninggal. Jumlah korban itu jauh lebih besar dari korban Tragedi WTC.

 

Dalam kamus kolonialisme klasik ada tradisi balas nyawa yang tidak seimbang. Bartolome de Las Casas (1474-1567), seorang pastor Ordo Dominican, menceritakan perilaku penjajah Kristen Spanyol terhadap penduduk asli Amerika, saat mereka menjajah wilayah itu. Ketika itu, dibuat aturan, jika ada seorang penjajah terbunuh, maka sebagai balasannya, 100 orang Indian juga harus dibunuh.

 

Masalah Palestina merupakan salah satu kunci pembuka perdamaian dunia. Dunia Islam masih tetap melihat pendudukan Israel yang tidak pernah disahkan PBB terhadap Palestina sebagai bentuk kolonialisme. Karena itu, dunia Islam enggan menuruti tekanan AS untuk memusuhi para pejuang Palestina yang dicap sebagai teroris oleh Israel dan AS. Di dunia Islam, berbagai stasiun TV terus menyiarkan peristiwa di Palestina dengan ungkapan dan pesan yang jelas: penjajahan dan kekejaman rezim Zionis Yahudi Israel terhadap Palestina masih terus berlangsung.

Perang melawan terorisme, yang digelorakan dengan kencang pasca 11 September 2001, pun bukannya menenteramkan umat manusia. Pada 8 Februari 2002, kalangan NGO yang tergabung dalam “Forum Sosial Dunia: Seruan Untuk Gerakan Sosial” membuat seruan, bahwa, “Peristiwa 11 September telah melahirkan perubahan dramatis. Setelah serangan teroris, yang secara mutlak kami kutuk, seperti juga kutukan kami atas serangan terhadap waga sipil di seluruh dunia, pemerintah Amerika dan sekutunya melakukan operasi militer masif. Serangan terhadap hak-hak sipil dan politik atas nama ‘perang melawan terorisme’ berlangsung di seluruh dunia. Perang melawan Afganistan, menggunakan metode yang sama dengan para teroris, yang dilakukan dalam front yang lebih luas. Ini adalah awal perang global permanen untuk meneguhkan dominasi pemerintah Amerika dan sekutunya.”

 

Invasi Irak, Maret 2003, juga meluluhlantakkan harapan berfungsinya sistem hukum internasional, yang diharapkan mampu menjamin berlakunya tata dunia yang adil. Lalu, bagaimana dunia keluar dari kemelut? AS dan Inggris yang diberi amanah memegang kekuatan dunia, tentu saja merupakan pihak yang paling diharapkan berlaku adil dan fair terhadap dunia internasional. Semua teroris harus diperlakukan adil, baik teroris Islam, teroris Kristen, teroris Hindu, atau teroris Yahudi.

Mungkinkah? Mantan pejabat Deplu AS, William Blum, dalam bukunya, The Rogue State, memberi resep untuk menghentikan aksi terorisme terhadap AS yang manjur. Hanya dalam beberapa hari, tidak ada lagi terorisme terhadap AS dan sekutunya. Dan itu bersifat permanen. Pertama, menurut Blum, AS harus meminta maaf kepada semua janda dan anak yatim, orang-orang yang terluka dan termiskinkan akibat ulah imperialisme AS.

Kedua, AS harus mengumumkan dengan jiwa yang tulus, ke seluruh pelosok dunia, bahwa intervensi global AS telah berakhir; juga mengumumkan bahwa Israel tidak lagi menjadi negara bagian AS yang ke-51. Lalu, saran Blum, AS harus memotong anggaran belanja pertahanannya, sekurangnya 90 persen, dari angka 330 milyar USD per tahun. Itulah saran William Blum kepada pemerintahnya.

 

Kini, setelah 20 tahun Tragedi WTC, maka dunia Barat dan juga dunia Islam perlu melakukan “dialog antar peradaban” (dialogue among civilizations). Keberanian untuk melakukan dialog secara jujur dan terbuka sangat diperlukan. Momentum penarikan pasukan AS dari Afghanistan bisa dijadikan titik awal untuk membuka secercah harapan. Mungkinkah? Wallahu A’lam bish-shawab.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *