Pengetahuan Umum

ISLAM-YAHUDI-KRISTEN: BIARLAH BERBEDA DAN TERUS BERDIALOG

Oleh: Dr. Adian Husaini

 

Imam al-Ghazali menyatakan, bahwa: “Saya perlu menegaskan bahwa kufur itu adalah mendustakan Rasulullah saw dalam segala hal yang beliau bawa. Sedangkan iman adalah membenarkan (tashdiq) kepada seluruh ajaran yang beliau sampaikan. Oleh karena itu orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah kafir, karena mereka mendustakan Rasulullah saw. Demikian pula para pengikut Brahmana, mereka juga kafir, bahkan mereka lebih berhak untuk diberi predikat kafir, karena disamping mendustakan Rasulullah saw, mereka juga mendustakan para Rasul terdahulu.” (al-Ghazali, Fashlut Tafriqah (Terj.), dikutip dari buku Imam al-Ghazali, Tauhidullah, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), 181).

 

Itulah posisi teologis umat Islam terhadap agama Yahudi dan Kristen, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Ghazali. Secara aqidah atau keimanan, memang demikian adanya. Bahkan, Allah memberi perintah kepada Nabi Muhammad saw, agar beliau mengajak kaum Yahudi dan Kristen untuk berdialog dan kembali kepada Tauhid.

“Katakanlah, wahai Ahlul Kitab, marilah kita kembali kepada ‘kalimah yang sama’ (kalimatin sawa’) antara kami dan kalian semua, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak menserikatkan Allah dengan sesuatu pun dan kita tidak menjadikan sebagian diantara kita sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka ingkar, maka katakan, saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim.” (QS Ali Imran: 64)

 

Ahlul Kitab adalah sebutan al-Quran untuk pengikut agama Yahudi dan Kristen. Begitulah al-Quran menghormati mereka, sehingga mereka diberi julukan yang baik, yaitu “Ahlul Kitab”, orang yang punya kitab (people of the book). Nabi Muhammad saw diutus kepada seluruh umat manusia, termasuk kaum Yahudi dan Kristen. Tujuannya tak lain agar mereka kembali kepada ajaran Tauhid yang murni.

Rasulullah saw telah melaksanakan tugas beliau. Tapi, sebagian besar mereka menolak untuk mengakui Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Padahal, Nabi Isa a.s. pernah mengajak kaumnya agar mengimani kenabian Muhammad saw: “Dan ingatlah ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab yang turun sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad. Maka, tatkala Rasul itu datang kepada mereka, dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (QS ash-Shaf:6).

 

Kaum Kristen pun diperintahkan oleh agamanya untuk mengajak umat manusia agar mengakui Jesus sebagai Tuhan dan juru selamat. Kitab Markus, 16 :15 menyerukan: ‘’Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

 

Tahun 1962, H. Berkhof dan I.H. Enklaar, menulis buku berjudul Sedjarah Geredja, (Djakarta: Badan Penerbit Kristen, 1962), yang menyerukan: “Boleh kita simpulkan, bahwa Indonesia adalah suatu daerah Pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit Firman Tuhan… Dengan segala jalan dan daya upaya ini Gereja Yesus Kristus hendak bergumul untuk merebut jiwa-raga bangsa Indonesia dari cengkeraman kegelapan rohani dan jasmani, supaja jalan keselamatan yang satu-satunya dapat dikenal dan ditempuh oleh segenap rakyat.” (Ejaan disesusikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia).

 

Dalam buku “Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini” (1964), tokoh Kristen Indonesia, Dr. W.B. Sidjabat, menulis: Pekabaran Indjil di Indonesia, kalau demikian, masih akan terus menghadapi “challenge” Islam dinegara gugusan ini.”

 

Paus Yohannes Paulus II, dalam Redemptor Hominis (1979), mendeklarasikan: “man – every man without exception whatever – has been redeemed by Christ, … because with man – with each man without any exception whatever – Christ is in a way united, even when man is unaware of it.”

 

Tahun 1990, induk Gereja Katolik di Indonesia, yaitu KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) menerjemahkan dan menerbitkan naskah imbauan apostolik Paus Paulus VI tentang Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern (Evangelii Nuntiandi): “Kami mau menunjukkan, lebih-lebih pada zaman sekarang ini, bahwa baik penghormatan maupun penghargaan terhadap agama-agama tadi, demikian pula kompleksnya masalah-masalah yang muncul, bukan sebagai suatu alasan bagi Gereja untuk tidak mewartakan Yesus Kristus kepada orang-orang bukan Kristen. Sebaliknya Gereja berpendapat bahwa orang-orang tadi berhak mengetahui kekayaan misteri Kristus.”

Dalam soal misi, agama Yahudi memiliki perbedaan. Sebab, kaum Yahudi menganggap, mereka sebagai bangsa pilihan Tuhan, dan agama Yahudi lebih diperuntukkan bagi kaum Yahudi saja. Louis Jacobs, seorang teolog Yahudi merumuskan: “A Judaism without God is no Judaism. A Judaism without Torah is no Judaism. A Judaism without Jews is no Judaism.” (Pilkington, Judaism, (London: Hodder Headline Ltd., 2003).

 

*****

 

Jadi, begitulah ketiga agama – Islam-Yahudi-Kristen – memiliki pandangan teologis yang berbeda secara fundamental satu sama lainnya. Yahudi dan Kristen menolak untuk mengakui kenabian Muhammad saw. Sementara itu, dalam agama Islam keimanan akan kenabian Muhammad saw adalah ajaran inti agama Islam. Tanpa keimanan kepada kenabian Muhammad saw, berarti tidak ada Islam.

 

Karena itu, upaya untuk menyatu-nyatukan agama – seperti yang dilakukan oleh sekte Baha’i – adalah upaya sesat dan sia-sia; buang-buang waktu. Pada akhirnya, kelompok seperti ini justru menambah masalah baru. Mereka bukannya menyelesaikan masalah, tetapi justru memunculkan masalah.

 

Membangun perdamaian duia dengan menyatukan agama-agama sama saja dengan memusnahkan agama-agama itu. Dalam pandangan Islam, menyamakan antara kekufuran dan keimanan adalah dosa tak terampuni. Sebab, itu berarti sama saja dengan mengakui dan membenarkan kekufuran. Karena itulah, legalisasi dan pengakuan sekte Baha’i di Indonesia pasti masalah baru di kalangan umat Islam.

 

Sebagian kalangan menggunakan istilah “Abrahamic Faith” untuk menyebut tiga agama: Islam-Yahudi-Kriste. Istilah “Abrahamic Faith” mulai popular di dunia Islam, setelah pada tahun 1986, terbit satu buku berjudul Trialogue of the Abrahamic Faiths.

 

Bagi kaum muslim yang tinggal di Barat, memasukkan Islam sebagai bagian dari “Abrahamic religion” mungkin memiliki tujuan sosial. Agar Islam juga dianggap sebagai bagian dari keluarga besar agama Ibrahim. Tetapi, secara aqidah, al-Quran sudah menegaskan, bahwa: “Ibrahim bukanlah Yahudi atau Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang hanif dan Muslim, dan dia bukanlah orang musyrik.” (QS Ali Imran:67).

 

Jadi, untuk membangun kerukunan da perdamaian, sebaiknya penganut agama Islam, Yahudi, dan Kristen, tetap mengakui perbedaan masing-masing dalam soal teologis. Tetapi, mereka harus terus mengusahakan dialog untuk mencari solusi bersama terhadap masalah kemanusiaan dan etika global. Wallahu A’lam bish-shawab.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.