News

Memberdayakan, Bukan Menjatuhkan

Dalam keluarga yang sakinah (bahagia), suami isteri memiliki kewajiban untuk saling memberdayakan satu sama lain. Juga memberdayakan anak-anak mereka sehingga semakin lama semakin bertaqwa, sebagaimana yg diperintahkan Allah swt : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam’ (Q.s 3:102).

Keluarga sebagai sebuah entitas kebahagiaan tentu harus memberdayakan penghuninya, bukan mengkerdilkan potensi penghuninya. Pemberdayaan tsb diawali dengan suami yg memberdayakan isterinya. Isteri juga memberdayakan suaminya. Kemudian suami isteri kompak memberdayakan anak-anak mereka.

Dalam kenyataannya, ada suami atau isteri yang setelah menikah malah semakin kerdil kualitasnya. Faktor penyebabnya banyak, tapi salah satunya karena pasangan tidak membantu pemberdayaan suami atau isterinya. Ada suami misalnya semakin minder setelah menikah, tidak mau bergaul dengan tetangga. Setelah ditilik ternyata karena si suami suka dilecehkan isterinya. Atau sebaliknya, isteri menjadi kurang kecerdasannya karena tidak didukung suami untuk ikut pengajian. Padahal si isteri dahulu adalah aktivis dakwah yang cerdas.

Ada juga suami isteri yang menurun kualitasnya bukan karena tidak didukung pasangannya, tapi karena ia sendiri yang tidak mau mengembangkan diri karena terjebak dengan rutinitas mengurus keluarga dengan segala tetek bengeknya. Terjebak dengan zona nyaman berkeluarga dan lupa mengembangkan diri agar lebih berguna bagi masyarakat dan Allah swt.

Tipe-Tipe Keluarga

Pemberdayaan yang perlu dilakukan di dalam keluarga paling tidak meliputi empat unsur: spritual, intelektual, emosional dan jasmani. Ada keluarga yang lemah di bidang spritual. Misalnya, bapaknya tidak sholat atau anaknya tidak pernah baca Qur’an. Inilah keluarga kuburan karena kering spritual. Persis seperti sabda Nabi saw: “Jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian, jangan jadikan ia sebagai kuburan” (HR. Al Bukhari no. 432, 1187, Muslim no. 777). Nabi saw melarang menjadikan rumah seperti kuburan karena penghuninya jarang sholat atau kering secara spritual.

Ada juga rumah yang kering secara intelektual, walau mungkin spritual, emosional dan jasmaninya bagus. Inilah keluarga tipe televisi. Keluarga yang penghuninya asyik menonton televisi atau anak-anaknya asyik bermain games, sehingga otaknya tidak kritis dan hanya mengekor budaya barat. Lawannya adalah keluarga buku, yakni keluarga yang penghuninya rajin baca buku, belajar dan mengaji, sehingga mereka kritis dan cerdas mensikapi gaya hidup yang materialistik dan tidak mengekor budaya barat.

Lalu ada juga tipe keluarga yang kering emosionalnya, yakni keluarga terminal.
Persis seperti terminal bis, dimana bis hanya sekedar mampir di terminal untuk istirahat sebentar saja. Keluarga tipe terminal adalah keluarga yang penghuninya menjadikan rumah sekedar tempat istirahat tanpa interaksi mendalam dari penghuninya.
Anggota keluarga tidak akrab satu lain karena sibuk sendiri-sendiri. Rumah seperti tempat kos yang penghuninya asing satu sama lain. Kadar emosional anggota keluarga tipe ini juga rendah. Selain tidak akrab satu sama lain, emosional mereka juga rapuh dari penyakit hati. Suka marah, mengumpat, menjelekkan satu sama lain, kurang sabar, sering galau, dan berbagai perasaan buruk lainnya.

Yang terakhir adalah keluarga tipe rumah sakit karena penghuninya lemah dalam kualitas jasmani. Rumah yang penghuninya tidak memperhatikan kesehatan jasmani. Entah karena rumah tersebut jorok atau karena penghuninya kurang memperhatikan makanan bergizi atau olahraga, sehingga penghuninya sering sakit-sakitan secara bergantian.

Oleh : Satria hadi lubis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.