Keempat tipe keluarga tersebut –keluarga kuburan, keluarga televisi, keluarga terminal dan keluarga rumah sakit– tidaklah ideal dalam Islam.
Keluarga yang Islami adalah keluarga yang seimbang dalam pemberdayaan empat hal tersebut, yakni spritual, intelektual, emosional dan jasmaninya. Inilah keluarga Nabi Muhammad saw, sehingga beliau dengan bangga menyebut keluarganya sebagai baiti jannati (rumahku surgaku).
Inilah keluarga surga, keluarga bahagia, atau keluarga sakinah, dimana penghuninya berdaya dalam empat hal, yakni spritual yang baik, intelektual yang tinggi, emosional yang matang dan jasmani yang sehat.
Yang menarik, ternyata keluarga surga tidak ada hubungan secara langsung dengan kekayaan keluarga tersebut. Rasulullah saw mengucapkan keluarganya adalah keluarga surga ketika dalam kondisi rumahnya yang sederhana dan tidak luas.
Rumah Rasulullah saw beserta isterinya Aisyah ra seperti yang disebutkan dalam hadits sangat sederhana. Lantainya terbuat dari tanah, tempat tidur Nabi saw saja terbuat dari semacam jerami kering. Rumah Nabi saw juga sempit.
Dikisahkan jika Rasulullah saw sholat tahajud di rumah Aisyah ra sering bersentuhan dengan kaki Aisyah ra yang sedang tidur saking sempitnya rumah tersebut. Kalau kita ke makam Rasulullah saw di Masjid Nabawi, yang dulu merupakan rumah beliau bersama Aisyah ra, maka kita akan lebih mengerti betapa sempitnya rumah Nabi saw.
Tidak lebih dari ukuran 8×4. Di rumah semacam itulah Nabi yang mulia dengan bangga menyebutkan rumahnya adalah surganya. Bandingkan, dengan keluarga-keluarga sok modern sekarang, bahkan yang kaya sekalipun.
Beranikah penghuninya mengatakan keluarganya adalah surganya? Mungkin malah sebaliknya, diam-diam mengatakan dalam hati bahwa keluargaku adalah nerakaku. Sebab penghuninya jauh dari nilai-nilai spritual. Intelektualnya (kualitas berpikirnya) kurang Islami. Emosionalnya kering atau jasmaninya tidak sehat, sehingga sulit tercapai kebahagiaan lahir dan batin di rumah tersebut.
Oleh karena itu, keluarga surga adalah keluarga yang seimbang dalam spritual, intelektual, emosional dan jasmani. Keluarga yang seimbang tersebut disebut juga dengan keluarga qurrota a’yun seperti yang disebut al Qur’an dalam surah al Furqon ayat 74: ” Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
Ayat 74 surah al Furqon ini bukan saja sebagai doa yang harus sering dibaca setiap keluarga muslim atau mereka yang hendak mencari jodoh agar mendapatkan jodoh yang baik, namun ayat ini juga mengandung visi dan misi keluarga Islam.
Menurut ayat 74 surah al Furqon, visi keluarga Islam adalah menjadikan seluruh anggota keluarga sebagai qurrota a’yun (yang menyenangkan mata batin dan lahiriah). Dengan kata lain, menjadi keluarga bahagia yang seimbang spritual, intelektual, emosional dan jasmaninya.
Sedang misi keluarga Islam termaktub dalam kalimat terakhir dari ayat tersebut, yakni “jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. Artinya, misi keluarga Islam adalah memberdayakan seluruh anggota keluarga agar menjadi iman (pemimpin).
Bahkan bukan sembarang pemimpin, tapi pemimpin dari kumpulan orang-orang yang bertaqwa. Bayangkan…ada kumpulan orang bertaqwa dan yang memimpin adalah keluarga kita! Bukankah ini merupakan perintah Allah yang jelas agar kita memberdayakan keluarga kita secara luar biasa? Bukan main-main, tapi serius memberdayakan keluarga menuju puncak ketaqwaannya?
Ironisnya, justru saat ini kita menyaksikan orang kafir, Yahudi dan Nasrani, yang serius memberdayakan keluarganya. Orang Yahudi sudah diajarkan sejak kecil bahwa mereka adalah bangsa tertindas dan harus bangkit jika tidak mau punah dari muka bumi. Itulah sebabnya orang Yahudi, walau jumlahnya tidak lebih dari 6 juta orang di seluruh dunia, bisa menguasai dunia dan dunia Islam karena kualitasnya yang hebat. Orang Nasrani juga diajarkan agar percaya diri dan tangguh di sekolah-sekolah mereka, sehingga walau jumlahnya minoritas di Indonesia tapi mereka mampu berperan secara signifikan dalam dunia politik dan ekonomi Indonesia.
Semoga dengan uraian di atas membuat kita semakin termotivasi untuk memberdayakan keluarga kita, sehingga menjadi keluarga hebat bukannya malah saling menjatuhkan potensi masing-masing anggota keluarga kita.
Ya Allah…jadikanlah keluarga-keluarga kami menjadi keluarga yang menjadi imam bagi orang-orang bertaqwa. Waj’alna lil muttaqina imama.
Ditulis oleh Satria Hadi Lubis
Sumber : Rumah Keluarga Indonesia, Pekanbaru