News

Mendidik Anak oleh Ustadzah Yanti Tanjung

“Tidaklah anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang meyahudikannya, menashranikannya dan memajusikannya”

………

Demikian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam membuat stetmen bahwa fitrah anak sejak lahir adalah Islam yang lurus, maka orang tualah yang menyimpangkan fitrah anak tersebut dari Islam. Ini artinya kewajiban orang tua adalah menjaga fitrah anak tetap dalam keislamannya.

 

Islam terdiri dari aqidah dan syariah, maka ayah bunda senantiasa memurnikan aqidah anak dan menjaga ketaatan anak terhadap Khaliknya. Tentunya ini membutuhkan pola pengasuhan dan pola pendidikan yang terencana, terukur, terealisasikan dan tercapai target membentuk kepribadian Islam anak.

 

Pada saat anak-anak hadir di dunia ini, maka lingkungan yang dia dapatkan tentulah bukan hanya rumah, juga lingkungan tetangga dan sekolah. Tentunya lingkungan itu dapat berpengaruh positif dan dapat pula berpengaruh negatif. Bahkan di rumah sendiripun anak bisa dipengaruhi oleh Televisi, internet dan keluarga lain yang tinggal serumah. Juga tetangga yang tentunya beragam suasana yang bisa saja anak bergaul dengan anak-anak mereka.

 

Sekolah juga demikian, apa lagi sekolah sekuler dimana arahan pendidikan bukan untuk mewujudkan generasi sholeh sholehan pastinya anak dihadapkan berbagai pengaruh buruk yang siap menyimpangkan fthrohnya. Di sekolah yang berasis Islampun jangan dikira tidak ada pengaruh negatif meski tidak sekomplek sekolah sekuler, namun tetap saja harus dicermati.

 

Lantas bagaimana strategi ibu menghadapi tantangan seperti ini? Dikhususkan ibu karena ibulah yang tahu persis pertumbuhan dan perkembangan anak dan yang paling peka terhadap ancaman. Mengingat Ayah seringkali keluar rumah apakah untuk menjalankan kewajiban nafkah ataukah kewajiban dakwah, walau Ayah memiliki tanggung jawab yang sama.

 

Pertama Ibu harus memiliki jurus bahwa ibu tidak boleh kalah pengaruhnya oleh siapapun, tidak boleh kalah pengaruh dengan TV, kalah pengaruh dengan keluarga besar, kalah pengaruh dengan anak tetangga, kalah pengaruh dengan teman sekolah anak, kalah pengaruh dengan game, kalah pengaruh dengan internet dsb.

 

Berikutnya, ibu harus membuat Kegiatan Harian bersama anak sehingga porsi kegiatan anak ada bersama ibu, jika ibu mempunyai kepentingan lain semisal mencuci, memasak dsb anak bisa dilibatkan atau anak dibuatkan agenda kegiatan tersendiri yang bisa dia lakukan sendiri yang bisa menstimulus kecerdasannya.

 

Siapkan anak ketika berhadapan dengan teman yang membawa pengaruh jelek dengan membekali anak kebiasaan baik di rumah, perkataan yang ahsan, suka beribadah, dan gemar melakukan kebaikan.

 

Libatkan anak dalam aktifitas dakwah ibu sehingga anak mentauladani ibunya menjadi dai cilik yang selalu mengkritisi dan menasehati orang lain bila keluar dari koridor kebiasaannya. Misal, temannya berkata jorok, anak bisa nasehati temannya kalau kata-kata itu tidak disukai Allah dan kita akan dijauhi teman bila berkata kasar. Jadi anak bukan menirunya tapi mempengaruhi teman.

 

Curahkan seluruh perhatian dan kasih sayang yang ibu punya untuk anak, apakah saat dia menjalankan ketaatan dengan baik ataukah dalam kesusahan mengajak anak untuk menjalankan pembelajaran.

 

Bangun komunikasi yang intens, penuh kebahagiaan, kesenangan dan ketentraman batin anak, apakah saat dia meraih prestasi atauhkah saat menghadapi masalah dengan teman misalnya.

 

Dan yang tidak boleh dilupakan adalah berdoa untuk kemudahan mendidik anak-anak, ketajaman lisan bunda dalam memberikan pelajaran dan menasehati anak, juga berdoa untuk segala pengaruh buruk yang menimpa anak-anak kita.

❓Masih ingatkah dengan kisah Nabi Musa yang diberi bara api oleh Firaun ketika dia menemukan Musa bayi di Sungai?

 

Firaun melakukan hal tersebut karena dia percaya pada mimpinya bahwa akan ada seorang laki-laki yang akan meruntuhkan kekuasaannya. Oleh sebab itu, Firaun ingin membunuhnya. Namun, Aisiyah membujuk suaminya agar Musa bayi dipelihara oleh mereka karena mereka tidak memiliki anak.

 

Untuk membuktikan bahwa Musa bayi adalah anak yang lemah, yang tidak mungkin meruntuhkan kekuasaan Firaun, Aisiyah menyarankan kepada suaminya untuk memberikan bara api dan melihat apa yang akan terjadi. Ya…Musa bayi memakan bara api tersebut.

 

 

🙈 Begitulah anak yang usianya dibawah sepuluh bulan, diberikan kotoran pun akan dia makan.

 

👩🏻‍🏫 Pastinya saat ananda mulai mengenal benda-benda di sekelilingnya, Bunda akan memberikan informasi yang benar agar ananda bisa membedakan, mana yang makanan mana yang tidak.

 

🤩 Bila di bawah usia satu tahun ini ananda bisa membedakan, sebenarnya belumlah terjadi proses berpikir karena otak anak belum bisa mengaitkan fakta dengan informasi yang diberikan. Hal itu lebih kepada kemampuan mengingat kembali penginderaan yang diulang-ulang.

 

Dalam melakukan stimulasi berpikir pada anak usia dini tidak wajib dimulai dari anak menemukan fakta atau realitas. Namun, bisa diawali dari informasi. Setelah itu, ketika anak menemukan sebuah fakta yang sama dengan yang diinformasikan, maka barulah ia bisa memahami. Ia paham karena hasil dari pengaitan informasi dengan fakta yang ditemuinya.

 

Misalkan: hukum memakai jilbab adalah wajib bagi seorang muslimah saat keluar rumah. Ini berasal dari informasi Al Quran bukan dari penginderaan.

 

📌 Penting sekali bagi para orangtua, khususnya

urgensi pengaitan antara informasi yang diberikan terlebih dahulu dengan fakta. Hal ini bertujuan agar ada suatu proses ketrampilan berpikir mengaitkan, yang disebut dengan quwwatirrobthi (kekuatan mengikat).

 

Bila fase ini diabaikan, maka kita bisa lihat betapa banyak anak-anak yang lamban berpikirnya, dangkal, kurang informasi bahkan salah informasi. Perilaku yang muncul sulit dimotivasi, harus diulang-ulang terus dan disuruh-suruh terus untuk taat pada Allah ketika usianya sudah baligh.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *