Pengetahuan Umum

MENUNGGU KEBIJAKAN BARU STANDAR PENDIDIKAN

 

Oleh: Dr. Adian Husaini

 

Pada 23 Agustus 20201, ada peristiwa penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Pada hari itu, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim menandatangani pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sebagai gantinya, dibentuk Badan Baru yang bertanggung jawab langsung kepada Mendikbud.

 

Berita itu memang baru beredar luas pada 31 Agustus 2021. Badan Baru bentukan Menteri Nadiem bernama: Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan – sebut saja BSKAP. Berbeda dengan BSNP yang merupakan lembaga independen dalam standardisasi pendidikan, BSKAP bertanggung jawab langsung kepada menteri.

 

Dalam Peraturan Menteri disebutkan, bahwa BSKAP memiliki tugas menyelenggarakan penyusunan standar, kurikulum, dan asesmen pendidikan serta pengelolaan sistem perbukuan. BSKAP memiliki tujuh fungsi.

Pertama, penyusunan kebijakan di bidang standar pendidikan. Kedua, penyusunan kebijakan teknis di bidang kurikulum dan asesmen pendidikan serta pengelolaan sistem perbukuan. Ketiga, pelaksanaan penyusunan standar, kurikulum, dan asesmen di bidang pendidikan. Keempat pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pengawasan sistem perbukuan. Kelima, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyusunan standar, kurikulum, dan asesmen pendidikan serta pengelolaan sistem perbukuan. Keenam, pelaksanaan administrasi Badan. Ketujuh atau yang terakhir pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. (https://edukasi.sindonews.com/read/528302/144/bsnp-dibubarkan-diganti-badan-baru-yang-bertanggung-jawab-langsung-kepada-menteri-1630469376).

 

*****

 

Itulah kebijakan baru Menteri Nadiem Makarim, menyusul gebrakan “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka”. Patut diingat lagi, bahwa pada 25 Januari 2020, Nadiem meluncurkan empat program kebijakan bertajuk “Kampus Merdeka”.

 

Diantara empat kebijakan itu adalah: pertama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan otonomi kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk membuka Program Studi (prodi) baru.

 

Kedua, akreditasi bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang siap naik peringkat. Akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku lima tahun dan diperbarui otomatis.

 

Ketiga, memberikan kemudahan perubahan status dari PTN-Satuan Kerja dan PTN Badan Layanan Umum menjadi PTN Badan Hukum. Keempat, memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar kampusnya selama dua semester, dan mengambil SKS di luar prodinya selama satu semester.

 

Kebijakan ini juga mencakup perubahan definisi SKS, dari “jam belajar” menjadi “jam kegiatan”. “Kegiatan” itu mencakup: belajar di kelas, magang, praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi lapangan, juga mengajar di daerah terpencil.

 

Itulah kebijakan “Kampus Merdeka” Nadiem Makarim. Ingat, bahwa saat itu, Nadiem pun menyatakan, bahwa kebijakan itu baru langkah awal yang bisa dilakukan dengan hanya mengubah Peraturan Menteri. Pembubaran BSNP tampaknya merupakan kebijakan lanjutan Nadiem Makarim.

 

Paket kebijakan “Kampus Merdeka” Mendikbud Nadiem Makarim merupakan realisasi dari pidatonya di Universitas Indonesia, 4 Desember 2019. Ketika itu, Menteri Nadiem sudah memberikan isyarat, dengan ungkapannya, bahwa kita memasuki era dimana “gelar tidak menjamin kompetensi” dan “akreditasi tidak menjamin mutu”.

 

Nadiem lebih memberikan kemerdekaan kepada kampus dan juga mahasiswanya untuk menentukan sendiri mekanisme dan arah kuliahnya. Tentu, ini kebijakan awal yang cukup melegakan banyak akademisi.

 

*****

 

Sebenarnya, di era DISRUPSI, kebijakan “Kampus Merdeka” adalah hal biasa. Bahkan, satu keharusan. Ini tuntutan zaman. Tahun 2017, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), sudah mengimbau: “Dalam menghadapi era disruptif seperti saat sekarang ini, apalagi di masa depan, diperlukan perubahan berpikir yang mendasar dan bukannya perubahan yang di pinggir-pinggir (changing from the edge). Tanpa kerja ekstra keras, berpikir ke depan yang bercorak out of the box, penentuan tata urutan waktu yang jelas, perguruan tinggi Indonesia akan terus berada di buritan peradaban keilmuan.”

 

AIPI, misalnya, mengingatkan agar segera merevisi konsep linieritas dalam pendidikan. Menurut AIPI, Pendidikan Tinggi yang berjalan sekarang ini umumnya masih bersifat reduksionis, yaitu terlalu kecil dan sempit perspektifnya dalam melihat dan menganalisis suatu masalah. Konsep linieritas, misalnya, masih banyak dijumpai dalam pendidikan tinggi di Indonesia.

 

Disebutkan, “Linieritas sebatas dalam pengelolaan program studi keilmuan pada pengelolaan program studi barangkali masih dapat dimaklumi; namun linieritas keilmuan, jika dipahami secara ketat dan kaku, akan membelenggu cara kerja, cara berpikir, kreativitas serta inovasi para dosen dan mahasiswa.”

 

Patut diduga, setelah BSNP dibubarkan dan dibentuk BSKAP yang langsung di bawah kendali Mendikbud-Ristek, maka kebijakan standarisasi pendidikan akan semakin mudah dikendalikan dan diarahkan oleh Mendikbud-Ristek. Bagaimana pun, Standarisasi Pendidikan masih diperlukan.

 

Akan tetapi, selama ini sudah banyak pakar dan praktisi pendidikan yang menyuarakan perlunya kebijakan standarisasi itu tidak diterapkan secara kaku dan berlebihan, sehingga menjadi formalisme yang terlalu mekanistik. Dalam alam pendidikan seperti ini, sulit diharapkan muculnya pemikiran-pemikiran kreatif dan solutif bagi problematika kehidupan masyarakat.

 

Sekolah atau Kampus menjadi seperti pabrik atau kantor jawatan pemerintah. Sekolah dan Kampus bukan lagi menjadi seperti “Taman” yang menyenangkan sebagaimana dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara.

 

Karena itu, kita masih menunggu kebijakan lebih lanjut soal standarisasi pendidikan, pasca BSNP dibubarkan. Dan tidak ada salahnya berharap dan berdoa, semoga ada kebijakan yang semakin cerdas untuk kemajuan pendidikan kita.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.