Ibadah, Pengetahuan Umum

Pengertian Zakat dari Berbagai Pendapat

Secara bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu an-namaa (pertumbuhan dan perkembangan),
ath-thaharatu (kesucian), al-barakah (keberkahan). katsrah al-Khair (banyaknya kebaikan), dan ash-shalahu (keberesan) Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan orang yang diberi sifat zaka, berarti orang itu baik.

Sedangkan zakat secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda antara satu dengan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yakni
zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh
syariat, semata-mata karena Allah.

Menurut Syalthut, zakat adalah sebagian harta yang dikeluarkan oleh orang kaya untuk saudara-saudaranya yang fakir dan untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat.

Kata “pemberian hak kepemilikan tidak termasuk di dalamnya ‘sesuatu yang hukurnnya boleh. Oleh karena itu,
jika seseorang memberi makan kepada anak yatim dengan niat zakat, maka tidak cukup dianggap sebagai zakat Kecuali jika orang tersebut menyerahkan makanan kepada anak yatim itu, sebagaimana jika orang tersebut memberi pakaian pada anak yatim. Hal itu dengan syarat anak yatim tersebut memahami dengan penerimaan barang.” Lain halnya jika orang tersebut dikenai hukuman/keputusan untuk memberi nafkah anak-anak yatim. Kata sebagian harta mengeluarkan (tidak memasukkan) manfaat barang (harta). Kalau seseorang membiarkan orang
fakir tinggal di rumahnya selama setahun, sembari niat berzakat, maka ini tidak cukup menjadi zakat orang tersebut.

Bagian tertentu maksudnya kadar yang harus dibayar (dikeluarkan), harta tertentu adalah nisab yang telah ditentukan menurut syara. Orang tertentu adalah orang-orang (kelompok)
yang berhak menerima zakat sebagaimana firman Allah SWT
dalam surah at Taubah [9] ayat 60.

Harta yang dikeluarkan dalam syara’ dinamakan dengan zakat, karena akan nenambah barang yang dikeluarkan dan
menjauhkan harta tersebut dari bencana-bencana. Hubungan
antara pengertian zakat menurut bahasa dan istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan
zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan akan menambah kebaikan.

Zakat bisa menyucikan dosa dari
orang yang mengeluarkannya, mengembangkan pahala, dan hartanya.”
Zakat menurut syara’ sebagaimana yang dikemukakan Wahbah Zuhaili adalah hak yang wajib pada harta

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah (19): 103).

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya)” (as. Ar-Ruum (30): 39).

Yusuf al-Qardawi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan harta (al-amwaal) merupakan bentuk jamak dari kata maal. Dan maal, bagi orang Arab, yang dengan bahasanya Al-Qur’an diturunkan, adalah segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Ibnu
Asyr, sebagaimana dikutip Yusuf al-Qardawi,” mengemukakan bahwa harta itu pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki. Ulama lain, sebagaimana dikutip Zarqa dalam kitabnya Al-Figh al-Islami, menyatakan bahwa harta itu adalah segala yang diinginkan oleh manusia dan dimungkinkan menyimpannya sampai waktu yang dibutuhkan. Sebagian
ulama lain menambahkan pengertian dengan menyatakan bahwa harta itu disamping diinginkan oleh manusia, juga
dimungkinkan untuk diperjualbelikan, dan atau dimanfaatkan.

Secara bahasa, di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata, yang walaupun mempunyai arti yang berbeda dengan
zakat, tetapi kadangkala dipergunakan untuk menunjukkan makna zakat, yaitu infak, sedekah, dan hak, 18 sebagaimana
dinyatakan dalam QS At-Taubah (9): 34, 60 dan 103 dan QS Al-An’am [6]: 141.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhn sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih” (as. At-Taubah [9]: 34).

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para mualaf yang
dibujuk hatinya, untuk memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS.At-Taubah [9]. 60)

dan tunaikanlah haknya di hari memetiknya. “(QS. Al- An’am [6]: 141).

Dipergunakannya kata-kata tersebut dengan maksud zakat,karena memiliki kaitan yang sangat kuat dengan zakat Zakat disebut sedekah (QS At-Taubah (9): 34) karena hakikatnya zakat itu adalah penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah SWT. Zakat disebut sedekah (QS
At-Taubah [9]: 60 dan 103) karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT dan juga bukti kebenaran keimanan (shadaqa)
seseorang kepada Allah SWT dan ajaran-Nya. Zakat disebut hak karena zakat itu merupakan ketetapan yang bersifat pasti
dari Allah SWT yang harus diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).

Zakat menurut Al-Qur’an juga disebut sedekah, sehingga al-Mawardi mengatakan, “Sedekah itu adalah zakat, dan zakat itu adalah sedekah, berbeda nama tetapi arti sama.

Qadhi Abu Bakr bin Arabi seperti dikutip Yusuf al-Qardawi, mengemukakan pendapat yang sangat berharga tentang
mengapa zakat dinamakan shadaqah: “Kata shadaqah berasal dari kata shida, benar dalam hubungan dengan jalannya
perbuatan dan ucapan serta keyakinan.”

Bangun (huruf) — j bermakna terwujudnya sesuatu oleh sesuatu, atau membantu terwujudnya sesuatu itu.”
Contohnya adalah shidag ‘mahar’ untuk perempuan, yaitu terwujudnya dan diakuinya (sah) hubungan suami istri dengan diterimanya mahar, terlaksananya perkawinan, dan ucapan,
serta keyakinan.”

Pengertian zakat memang berubah sesuai dengan perubahan tashrif (kata)-nya. “Banyak kata shadaqa dalam
hal berbicara, berarti “benar”, dan bentuk kata tashaddaqa dalam hal kekayaan, berarti “dizakatkan.” Sedangkan bentuk
kata ashdaqa kepada perempuan, berarti “membayar mahar”perempuan tersebut. Perubahan tashrif itu dimaksudkan untuk menunjukkan arti tertentu setiap kasus. Dan diungkapkannya dengan semua akar kata shadaq, dimaksudkan untuk menunjukkan perbuatan menyedekahkan itu bahwa orang
yang yakin hari kebangkitan ada, negeri akhirat adalah negeri tujuan, dan dunia adalah jembatan untuk akhirat, menjadi
gerbang kejahatan maupun kebaikan, maka orang itu tentu akan bekerja dan mengorbankan apa yang diperolehnya di
dunia untuk kepentingan akhirat tersebut. Tetapi bila ia tidak
yakin, ia tentu akan kikir, cenderung memburu dunia, dan tidak
peduli dengan akhirat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.