Ibadah, Pengetahuan Umum

Perjalanan Zakat di Indonesia

Zakat adalah salah satu rukun yang bercorak sosial ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar tauhid (syahadat) dan shalat, seseorang

barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya, sebagaimana firma-Nya:

 

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka mereka itu) adalah saudara-saudaramu se-agama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At-Taubah: 11)

 

Zakat, sekalipun dibahas di dalam pokok bahasan “Ibadah”, karena dipandang bagian yang tidak terpisahkan dari shalat, sesungguhnya merupakan bagian sistem sosial ekonomi Islam dan oleh karena itu, dibahas di dalam buku-buku tentang strategi hukum dan ekonomi Islam!

 

Syariat zakat diturunkan kepada Rasulullah saw pada tahun kedua hijriyah. Pada masa itu, Rasulullah saw mengangkat beberapa sahabat sebagai amil zakat yang bertugas menarik zakat dari para wajib zakat (muzaki), mendatanya di Bantul Maal, dan menyalurkannya kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik). Syariat zakat ini selanjutnya dipegang teguh oleh para Khulafa’ur-Rasyidin. Bahkan, pada masa Abu Bakar ra, beliau memerangi orang yang tidak mau menunaikan zakat meskipun ia menegakkan shalat. Berkaitan dengan sikap Abu Bakar di atas, Abu Hurairah

pernah menceriterakan sebagai berikut:

“Ketika Rasulullah saw meninggal, maka yang terpilih menjadi khalifah adalah Abu Bakar, tetapi sebagian orang Arab

tidak mengakuinya. Kata Umar, “Mengapa kau memerangi orang-orang itu, sedangkan Rasulullah saw telah mengatakan “Saya hanya diperintahkan memerangi manusia sebelum mengikrarkan Tidak ada Tuhan selain Allah? Bila mereka sudah mengikrarkannya, maka darah dan kekayaan mereka memperoleh perlindungan dari saya, kecuali bila didapat kewajiban dalam kekayaan darah itu, sedangkan penilaian

terhadap mereka terserah kepada Allah la menjawab, “Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-

bedakan zakat dari shalat, oleh karena zakat adalah kewajiban dalam kekayaan. Demi Allah, andaikata mereka tidak mau lagi memberikan seekor anak kambing yang dulu mereka berikan kepada Rasulullah saw, maka saya pasti memerangi mereka karena penolaknya. Jawab Umar, “Demi Allah, hali Abu Bakar

betul-betul sudah dibukakan oleh Allah untuk perang tersebut, sekarang bahwa ia benar.

 

Dalam kitab Bidayah wa Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, pada masa Khalifah Mu’awiyah ra, zakat dikelola dan

dipergunakan oleh negara melalui Baitul Maal untuk mendanai kaum Muslimin di wilayah perbatasan dengan Byzantium untuk membantu masyarakat miskin yang diiming imingi harta untuk

berpindah agama dan kewarganegaraan, menjaga stabilitas perekonomian dan harga kebutuhan pokok penduduk, dan

bahkan untuk mendanai satuan-satuan pasukan penjaga perbatasan

 

Sejarah gemilang pengelolaan zakat mengemuka pada era Umar bin Abdul Aziz, di mana pada masa ini, ijtihad zakat atas penghasilan ditetapkan oleh khalifah dan bersifat wajib.

 

Kebijakan ini berdampak pada melimpahnya dana di Baitul Maal yang digunakan pemerintah untuk membantu fakir dan miskin. Pada masa kepemimpinannya mampu mengentaskan kemiskinan dalam waktu dua setengah tahun atau tiga puluh

bulan, artinya dana zakat berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat. Pengelolaan zakat yang baik di era ini memberi dampak pada berkurangnya konsumerisme masyarakat dan perilaku

korupsi di kalangan pejabat serta meningkatkan produktivitas

ibadah maupun muamalah masyarakat.

 

Dalam catatan sejarah tersebut, pengelolaan zakat sepenuhnya dilaksanakan oleh waliyul amr, yaitu pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk menarik zakat dari tangan para

muzaki. Dari dana tersebut, zakat didistribusikan kepada para mustahik di seluruh wilayah-wilayah negeri kaum Muslimin tanpa terkecuali. Dalam konteks sejarah ini, zakat merupakan

bagian dari instrumen penting dalam ketatanegaraan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *