News

Semua Saudara Kita

Aku teringat perjalanan panjang dari Banjarmasin menuju Muara Teweh di Kalimantan Tengah, menyusuri jalanan sunyi yang sebagiannya adalah lahan-lahan tambang, atau hutan yang sebagian pohonnya tak lagi sanggup mempertahankan diri dari tebangan orang-orang yang berhak.⁣

Aku teringat keheningan jalan, yang membawaku dari Tanah Grogot ke Tabalong di Kalimantan Selatan, lalu dari Tabalong ke Martapura sebelumnya esoknya tepat sehabis Subuh segera berangkat menuju bandara. Aku juga masih ingat suasana di Hulu Sungai Tengah, duduk berbincang di sebuah pesantren, berjumpa dengan para wali santri mengenai ikhtiar mendidik anak yang seharusnya. Teringat pula aroma kopi usai bincang parenting di Pelaihari. Tanah Laut. Lalu kembali ke penginapan di Banjar Baru, Kalimantan Selatan.⁣

Hari ini mereka menggigil kedinginan. Hujan bukan saja menyapa dan menyegarkan, tetapi menenggalamkan dan meluluh-lantakkan. Semua yang kusebutkan itu ada di Indonesia, masih wilayah Indonesia, dan berbicara dengan bahasa yang sama dengan kita. Sama seperti Tanjung Pinang yang dari sana kemudian kita memakai bahasanya, bergeser sedikit ada Pulau Penyengat, pusat asal bahasa yang sekarang kita pergunakan. Bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tetapi entah mengapa, saat Tanjung Pinang banjir, rasanya seperti senyap dari pemberitaan. Hanya sesekali muncul seperti. Tetapi tak begitu berarti.⁣

Seorang teman bertanya, tepatnya mengingat meskipun menggunakan kata tanya, tentang suatu organisasi yang biasanya bergerak paling cepat, sekaligus tiba paling awal di lokasi-lokasi bencana. Tetapi hari ini mereka telah dibubarkan. Terasa ada kerinduan. Terasa ada perih.⁣ Terasa ada rindu yang amat sangat kepada saudaranya yang biasa mengenakan seragam kaos putih dengan tulisan warna hijau, berjibaku dengan puing untuk menyelamatkan saudaranya yang sedang tertimpa bencana dan menyalurkan bantuan kepada mereka.

Sulawesi Barat saudara kita. Mereka hari ini dicekam keguncangan, gempa yang meluluh-lantakkan dengan kerusakan sangat serius. Derita mereka adalah keperihan hati kita. Airmata mereka adalah airmata kita juga. Sebagaimana Kalimantan Selatan yang sekarang diaduk-aduk banjir di tujuh kabupaten/kota dari 13 daerah tingkat dua yang ada di sana, bahkan kabar terbaru mencapai 11 kabupaten/kota yang sedang didera bencana banjir besar, juga saudara kita. Begitu pula Tanjung Pinang –semoga sekarang sudah surut—adalah saudara kita, sebagaimana Sumedang yang sedang longsor juga saudara kita.⁣

Selebihnya, ada yang perlu kita renungkan. Apakah kiranya yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari bencana yang susul menyusul? Apakah kiranya yang dapat kita petik dari wafatnya para ulama yang seperti kuda pacuan, saling memburu berdekat-dekatan? Apakah kiranya yang perlu kita perbaiki? Kemanakah kita hendak berlari dari musibah jika kita bukan menggenggam kuasa atas langit dan bumi negeri ini yang kita tinggal di dalamnya, serta langit dan bumi yang menaungi seluruh alam semesta ini?⁣

Kepada Allah Ta’ala kita memohon pertolongan. Kepada-Nya kita bertaubat.⁣ Ada beberapa titik di negeri kita yang sedang dikoyak bencana. Semua saudara kita.
⁣⁣
Ditulis Oleh: Mohammad Fauzil Adhim⁣

———-

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.