News, Pengetahuan Umum

PROF. NAQUIB AL-ATTAS

Oleh: Dr. Adian Husaini

“Cari Berkah, Ma’ruf Amin Ziarah ke Makam Keramat Empang Bogor”. Itulah berita yang muncul di sebuah media online (www.okezone.com), pada 5 Januari 2019. Ditulis dalam berita itu, bahwa mengawali tahun 2019, calon wakil presiden nomor urut 01 Ma’ruf Amin melakukan ziarah ke Makam Keramat Empang di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat. Ma’ruf mengaku kedatangannya ini untuk mencari keberkahan di makam salah satu habib besar di Bogor yaitu Habib Abdullah bin Muhsin Alatas.

“Pertama tentu kita menyambung dengan berkahnya para habib, mencari keberkahan orang-orang soleh yang mendahului kita, wali-wali Allah SWT,” ungkap Ma’ruf Amin, di lokasi, Sabtu (5/1/2019).
Itulah sepenggal kisah seputar Pilpres tahun 2019 yang diikuti dua pasang calon: Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno. Tidak perlu bertanya, mengapa Prabowo tidak berziarah ke makam Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas!

*****

Lima tahun sebelumnya, dalam arena Pilpres 2014, juga muncul berita tentang kunjungan capres Jokowi ke makam Sang Habib Kramat. Itu terjadi pada 7 Juni 2014. Saat itu, di tengah-tengah masa kampanye, capres Jokowi berziarah ke Makam Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas, di kawasan Empang, Bogor.

Situs bisnis.com (7 Juni 2014), memuat berita berjudul: “Habib Abdullah Seduhkan Kopi Jahe Untuk Jokowi”. Ditulis, bahwa Al Habib Abdullah Bin Husein Bin Abdullah Bin Mukhsin Al -Attas resmi dikukuhkan menjadi khalifah Masjid Keramat An-Nur Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Habib menyuguhkan kopi jahe hangat kepada calon presiden Joko Widodo ketika silaturahmi di Empang Bogor. Habib memberikan wejangan kepada Jokowi namun dirahasiakan. “Tadi disuguhi kopi jahe. Enak banget,” kata Jokowi di rumah Habib Abdullah Empang Bogor Jawa Barat, Sabtu (7/6/2014).

Alasan Jokowi memilih Empang Bogor untuk dikunjungi, karena Habib Abdullah keturunan habib yang mensyiarkan agama Islam di Bogor dan Jawa Barat. “Tentu saja apa pun di sini adalah pusatnya, tidak hanya Bogor tapi Jawa Barat sehingga saya harus sowan kepada beliau. Paling penting taushiahnya untuk bekal saya,” kata Jokowi.

Gubernur DKI Jakarta itu berkunjung ke rumah Habib untuk minta doa agar pencapresannya berjalan lancar. Ia juga melakukan ziarah ke makam Habib Abdullah Mukhsin Alatas yang berada di komplek kediaman Habib. Demikian berita bisnis.com.

*****

Sebelum Jokowi, kabarnya juga ada capres yang berziarah ke makam Habib Kramat Empang. Dalam sebuah buku disebutkan bahwa Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas adalah salah satu dari 17 habib yang berpengaruh di Indonesia. Banyak kisah tentang “kewalian” dan “karomah” yang dimilikinya beredar luas di masyarakat.

Beberapa tahun lalu, saya pernah menemani Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud berkunjung ke makam Habib Kramat Empang. Prof. Wan Mohd Nor memang mendapat pesan dari Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas agar berziarah ke makam kakeknya. Prof. al-Attas pernah tinggal bersama kekaknya itu di Bogor saat masih anak-anak, sebelum akhirnya menetap di Malaysia.

Sebagai murid Prof. Naquib al-Attas, maka Prof. Wan Mohd Nor dan rombongan mendapat sambutan cukup istimewa dari Habib Abdullah yang juga merupakan cucu dari Habib Kramat Empang. Kami diajak memasuki tempat-tempat yang “dikeramatkan” oleh para peziarah. Dan tentu saja, diberi hidangan istimewa berupa masakan-masakan berbahan kambing.

Kisah Kepala Penjara

Lalu, untuk apa sebenarnya para peziarah itu mengunjungi Makam Habib Keramat Empang? Sadarkah mereka, siapa sosok yang mereka kunjungi makamnya itu? Sang Habib Kramat adalah seorang ulama besar. Itu bisa dilihat dari hasil didikan dan karyanya.

Sejarawan Dr. Alwi Alatas menemukan bahwa menurut akhbar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas wafat pada 29 April 1933. Ia disebut sebagai tokoh terkenal (bekende persoonlijk heid) dan seorang yang sangat dihormati (de overledene stond in hoog aanzien).

Bupati Bogor hadir dalam proses pemakaman tersebut. Padahal, Habib Keramat pernah dimasukkan ke dalam penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda, bahkan harus dirantai lehernya. Kononnya, menurut cerita yang beredar di masyarakat, kepala penjara justru kemudian terjangkit penyakit misterius. Atas saran Sang Habib, kepala penjara itu bisa sembuh dari penyakitnya, jika lehernya juga dikalungi rantai. Sebagian kisah-kisah “karomah Sang Habib” ada dalam tulisan berikut ini. (https://daerah.sindonews.com/berita/1329523/29/habib-empang-bogor-dan-karomahnya-di-dalam-penjara?showpage=all).

Mungkin pula tidak banyak peziarah yang paham, bahwa dari garis keturunan Habib Keramat di kemudian hari lahir seorang cucunya yang dikenal sebagai salah satu ilmuwan besar dunia internasional, bernama Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Hasil penelusuran Prof Wan Mohd Nor Wan Daud menemukan bahwa Syed Naquib al-Attas merupakan keturunan ke-37 dari silsilah Rasulullah SAW, bertemu pada garis Hussein bin Ali bin Abi Thalib RA (lihat, Wan Mohd Nor Wan Daud, “Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas: an Introduction” dalam Commemorative Volume on the Conferment of the al-Ghazali Chair of Islamic Thought, Kuala Lumpur:ISTAC,1993).

Itulah sepenggal kisah seputar Habib Kramat Empang Bogor. Saya pernah sembilan tahun tinggal di Kota Bogor (1984-1993). Tetapi, ketika itu, saya tidak pernah mendengar kisah-kisah seputar Habib Kramat Empang. Justru, takdir Allah, saya dipertemukan dengan salah satu cucunya, Prof. Syed Naquib al-Attas.

Selama berpuluh kali bertemu dan menghadiri kuliah Prof. Naquib al-Attas, saya belum pernah mendengar Prof. al-Attas membangga-banggakan kakeknya, yang begitu dihormati banyak pejabat dan calon pejabat di negeri ini. Prof. al-Attas selalu menyampaikan problematika yang dihadapi umat Islam di zaman kini, dan memberikan solusi atas problematika itu.

Dalam Konferensi Pendidikan Islam di Mekkah (1977), Prof. al-Attas sudah menyampaikan krisis umat Islam yang beporos pada “hilang adab”. Solusinya adalah menerapkan konsep Pendidikan yang benar, diawali dari peringkat Perguruan Tinggi.

Semoga para pejabat negeri kita bukan hanya berziarah ke makamnya, tetapi juga berkenan memahami dan menerima pemikiran Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas dan cucunya Prof. Naquib al-Attas, serta para ulama di Nusantara yang sholeh. Para ulama itulah yang berjasa besar dalam mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

 

Oleh: Dr. Adian Husaini

Pada 27 Oktober 2014, saya mendapatkan kesempatan menyampaikan presentasi hasil penelitian saya tentang “Konsep Adab Syed Muhammad Naquib al-Attas” dalam satu Seminar di Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization – Universiti Teknologi Malaysia (CASIS-UTM). Saat ini, namanya menjadi RZS (Raja Zarith Sofiah) CASIS-UTM.

Saat itu, hadir sejumlah dosen dan mahasiswa CASIS-UTM. Seminar dipimpin oleh pengasas dan Direktur CASIS-UTM Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud. Ada rombongan Rektor, dosen dan mahasiswa pasca sarjana Universitas Negeri Malang (UIN) Malang yang dijadwalkan hadir dalam seminar tersebut akhirnya terlambat karena problem transportasi dari Johor ke Kuala Lumpur.

Hari itu adalah akhir penelitian saya selama tiga bulan di RZS CASIS-UTM. Atas jasa baik dari Prof. Wan Mohd Nor, saya diberi kesempatan melaksanakan penelitian tentang “konsep adab”. Selama tiga bulan di Kuala Lumpur, saya menelaah ulang, merenungkan, dan mendiskusikan dengan berbagai ulama dan pakar tentang makna konsep “adab” dan “ta’dib” yang pernah disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam Konferensi Internasional Pendidikan Islam di Mekkah tahun 1977. Prof. al-Attas sangat konsisten dengan teorinya, bahwa akar persoalan umat Islam saat ini adalah “hilang adab” atau “loss of adab”.
Selama penelitian di RZS CASIS-UTM itu, saya berpuluh kali mendapat penjelasan dari Prof. Wan Mohd Nor dan dua kali berjumpa dengan Prof. Naquib al-Attas. Yang banyak saya pelajari adalah bagaimana Prof. Wan Mohd Nor memahami pemikiran Prof. Naquib al-Attas tentang pendidikan dan cara menerapkannya di ISTAC dan kemudian di RZS CASIS-UTM. Hal itu bukan perkara mudah, sebab ISTAC dan RZS CASIS-UTM berada dalam satu institusi pendidikan formal yang berdiri dan berjalan berdasarkan pemikiran Perguruan Tinggi pada umumnya.

Juga, selama penelitian itu, saya berkesempatan berdiskusi dengan para dosen RZS CASIS-UTM. Dan tentu saja, saya sempat membaca kembali dan merenungkan tulisan-tulisan Prof. Naquib al-Attas tentang adab. Hal itu sangat susah saya lakukan di Indonesia, karena berbagai kesibukan, khususnya sebagai Ketua Program Doktor Pendidikan Islam di Universtas Ibn Khaldun Bogor.

Hal lain yang sangat saya sangat bersyukur, selama tiga bulan di CASIS-UTM, saya dapat menelaah kembali pemikiran-pemikiran para ulama dan cendekiawan Indonesia tentang pendidikan, seperti pemikiran Haji Agus Salim, Mohammad Natsir, KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, Mohammad Roem, Hamka, dan sebagainya.

Selama penelitia di RZS CASIS-UTM, saya menulis tiga artikel tentang konsep adab Prof. Naquib al-Attas untuk Harian Republika dan www.hidayatullah.com. Selain itu, pada tahun 2015, hasil penelitian itu pun diterbitkan menjadi satu buku bertajuk: “Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab: Aplikasi Konsep Adab Prof. Naquib al-Attas dalam Pemikiran Kenegaraan dan Pendidikan di Indonesia.” (Jakarta: INSISTS, 2015).

Menurut Prof. Wan Mohd Nor, sumbangan besar Prof. Naquib al-Attas dalam dunia pemikiran Islam kontemporer adalah menguraikan definisi dan kedudukan adab dalam konteks dominasi paham sekularisme terhadap Islam. Tahun 1973, dalam bukunya, Risalah untuk Kaum Muslimin, Prof. al-Attas sudah menjelaskan makna adab secara terperinci. Konsep adab itu telah disampaikan oleh Prof. Naquib al-Attas dalam Konferensi Pendidikan Islam Internasional di Kota Mekkah, tahun 1977.

Dalam pengantarnya untuk buku Aims and Objectives of Islamic Education (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979), Prof. Naquib al-Attas menyimpulkan, bahwa masalah mendasar internal umat Islam adalah “loss of adab”. Lebih jauh lagi, al-Attas menjelaskan, bahwa yang ia maksud sebagai “loss of adab” adalah: “loss of discipline – the discipline of body, mind, and soul; the discipline that assures the recognition and acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s self, society, and community; the recognition and acknowledgement of one’s proper place in relation to one’s physical, intellectual, and spiritual capacities and potentials; the recognition and acknowledgement of the fact that knowledge and being are ordered hierarchically.” (Ibid, hlm. 2).

Konsep adab yang dirumuskan oleh Prof. Naquib al-Attas sejalan dengan Dasar Negara Indonesia: Pancasila. Menurut Pancasila, tujuan bernegara (dasar kelima) adalah mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dasar kedua Pancasila adalah: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dasar keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Prof. al-Attas juga menguraikan tiga kata penting dalam mewujudkan masyarakat yang ideal yaitu kata: adab, adil, dan hikmah. Tiga kata itu dikenal pula sebagai kata-kata kunci dalam Islam (Islamic basic vocabularies). Uniknya, tiga kata itu disebutkan secara tegas dalam Pancasila, setelah dasar yang pertama, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pesantren at-Taqwa

Hasil penelitian selama tiga bulan di RZS CASIS-UTM tentang konsep adab Prof. Naquib al-Attas dan aplikasinya, kami jadikan rujukan utama dalam menyusun konsep Pendidikan Pesantren at-Taqwa, yang berdiri pada awal tahun 2015. “Pesantren” (Islamic Boarding School), merupakan lembaga Pendidikan yang sudah beratus tahun ada di wilayah Nusantara.

Pesantren at-Taqwa Depok menjadikan pemikiran pendidikan Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud sebagai rujukan utama dalam menyusun sistem dan kurikulum pendidikannya. Sebab itu, sejak awal proses pendiriannya, kami senantiasa berkomunikasi dan meminta nasehat kepada Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud.

Prof. Wan Mohd Nor telah beberapa kali berkunjung ke Pesantren at-Taqwa Depok. Juga, setiap tahun, sebelum era Pandemi Covid-19, para santri Pesantren at-Taqwa berkunjung ke RZS CASIS-UTM. Mereka pun hadir dalam program Saturday Night Lecture RZS CASIS-UTM.

Alhamdulillah, setelah enam tahun berlalu, Pesantren at-Taqwa Depok telah selesai menetapkan model dan kurikulum pendidikannya. Pesantren at-Taqwa berawal dari tempat sederhana. Kami menyewa Rumah dengan jumlah santri 9 orang. Saat ini, tahun 2021, Pesantren at-Taqwa Depok menempati lahan wakaf seluas 5000 meter, dengan jumlah santri lebih dari 160 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Bukan hanya dari Pulau Jawa, tetapi juga dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan juga Papua.

Setelah enam tahun, Pesantren at-Taqwa Depok sudah menetapkan model pendidikannya. Mulai tahun 2021, pelajar yang akan masuk Pesantren at-Taqwa Depok, harus menempuh program pendidikan selama 6 tahun, terbagi dalam tiga tingkat pendidikan: (1) 2 tahun tingkat SMP, bernama Pesantren Shoul-Lin al-Islami, (2) 2 tahun tingkat SMA bernama PRISTAC – Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization, dan (3) dan 2 tahun tingkat Perguruan Tinggi, bernama At-Taqwa College.

Alhamdulillah, kepercayaan masyarakat terhadap Pesantren at-Taqwa terus meningkat. Para santri angkatan pertama Pesantren at-Taqwa telah menunjukkan ilmu dan adab yang baik, sehingga hampir semuanya kami percayai untuk mengajar di Pesantren. Karena itu, kami berterimakasih kepada Prof. Wan Mohd Nor dan para dosen serta pegawai di RZS CASIS-UTM, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di RZS CASIS-UTM, pada tahun 2014 lalu, dan memberikan nasehat-nasehat berharga dalam perjalanan Pesantren at-Taqwa.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan kepada para dosen di RZS CASIS-UTM dan semakin memuliakan CASIS-UTM sebagai satu institusi Pendidikan Islam Internasional yang bermatabat dan bermanfaat. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.