Parenting

MEMBANGUN FIKRAH ANAK USIA DINI

 

Berpikir adalah proses memindahkan fakta ke otak melalui panca indera disertai ma’lumat sabiqoh (informasi sebelumnya) terhadap fakta tersebut. Dari definisi ini maka berpikir wajib memuat 4 unsur; fakta, indera, otak dan informasi sebelumnya.

Anak sejak dia dalam kandungan sudah mengalami proses pembentukan indera dan otak, dengan pembentukannya yang sempurna maka kedua unsur tersebut dapat bekerja. Dalam otak anak terdiri dari milyaran saraf yang belum terhubung, maka disinilah tugas kita untuk membuat saraf otak tersebut bisa saling terhubung dengan optimal.

Ketika anak lahir stimulasi berpikir sudah bisa dimulai dengan membuat indera bekerja. Indera pendengaran adalah yang paling dulu bisa menerima stimulasi karena pendengaran lebih dulu berfungsi bahkan sejak dalam kandungan dan stimulasi kecerdasan yang paling ringan dan mudah, cukup perdengarkan ayat-ayat al-Quran. Ketika anak sudah lahir maka informasi sudah mulai bisa diberikan untuk didengar, bila sudah bisa melihat maka indera penglihatanpun bisa distimulasi berikut semua indera anak.

Berpikir anak sejatinya sesuai dengan umur, kenapa berbeda masing-masing anak, karena berbeda stimulasi yang diberikan kerena berbeda situasi dan kondisi. Maka kita perlu memahami stimulasi apa saja yang pas dan tepat buat anak-anak kita, tentunya sesuai dengan apa dulu yang berguna buat pembentukan berpikir anak dan hendak diletakkan landasan apa.

Landasan berpikir itu perlu ditancapkan dan harus jelas garisnya, sebab setiap anak ketika memikirkan sesuatu pasti mempunyai landasan. Misal bila anak ditanamkan landasan sekulerisme dengan menstimulus tontonan yang tidak islami dan informasi-informasi yang netral tanpa aqidah maka solusi-solusi anak dalam menghadapi kehidupan akan mengarah pada sekulerisme.

Atau semisal dia diajarkan bermain piano dengan syair cinta lawan jenis, atau menari dengan pakaian adat yang terbuka aurat, maka itulah yang akan tertanam pada anak dan bisa jadi menjadi acuan baginya dalam menjalani kehidupan. Disinilah urgennya sebuah landasan berpikir, aqidah Islamkah, liberalkah, genderkan, Kapitalismekah, sosialismekah, materialimekah, tradisionalkah? Dan lain-lain.

Sejatinya landasan aqidah itulah yang harus diletakkan dalam proses berpikir anak sejak dini dalam setiap stimulasi yang kita berikan hingga mengantarkannya di usia baligh. Landasan ini bisa kita ukirkan di jiwa anak fi kulli makan wa fi kulli zaman, bisa dengan menghubungkan segala sesuatu dengan lafadz Allah, dengan sifat-sifat Allah, dengan kebenaran Rasulullah SAW sebagai utusan Allah, dengan perkara ghaib lainnya semisal malaikat, surga, neraka dan segala yang terkait dengan itu.

Dalam berkomunikasipun kita senantiasa berdalil naqli yang sesuai dengan realitas anak saat itu. Misal ketika dia minum sambil berdiri, kita bisa mengingatkan, dek kata Rasulullah SAW :

لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا
“Janganlah salah seorang kalian minum sambil berdiri”

Atau ketika anak bersuara keras, kita bisa menasehatinya seperti ini, dek, kata Allah

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).

Berpikir itu harus berpola, maka landasan aqidah itu adalah polanya, agar setiap rancangan pemikiran anak lahir dari pancaran aqidah islam yang akan melahirkan pola berpikir islami. Pola berpikir islami inilah yang merupakan salah satu pembangun kepribadian islam anak, yang berfungsi sebagai pengendali bagi amalnya.

 

===

 

💎 Fikrah adalah ide atau pemikiran tentang fakta dan keputusan terhadap fakta tersebut. Pertama Fikrah itu terkait tentang keberadaan fakta, misal keberadaan apel, keberadaan diri manusia di dunia, apakah ada kehidupan sebelum dunia, apa-apa yang ada sebelum kehidupan dunia adakah pencipta ataukah tidak dan seterusnya tentang wujud, keberadaan, eksistensi.

📈 Dalam dataran ini bunda menstimulasi berpikir ananda tentang keberadaan, alam, manusia dan kehidupan sehingga anak merasakan bahwa dirinya ada, dan merasakan alam semesta tempat dia hidup.

📈 Ketika anak sudah bisa mengidentifikasi suatu benda atau suatu perkara, maka anak akan bertanya-tanya apakah sebelum dirinya, sebelum ayah bundanya, sebelum nenek kakeknya dan sebelum nenek moyangnya, apakah sebelum itu ada sesuatu ataukah tidak? Sehingga mengantarkan posisi semua itu ada penciptanya Al-Khaliq.

🔑 Obyek yang bisa dipikirkan oleh anak adalah yang dapat diindera dan pengaruh/ atsar/ effect dari segala sesuatu yang dapat diindera pada alam, manusia dan kehidupan. Karenanya kita ada materi posisiku di bumi dalam pelajaran geografi, atau siapa aku siapa Penciptaku dalam pelajaran sains tantang anggota tubuh atau rangka tubuh manusia dan pelajaran realitas pencipta dalam pelajaran aqidah juga ada tarikh kisah Nabi Adam.

🔑 Juga menstimulasi bahwa alam, manusia dan kehidupan itu tidaklah abadi, semua akan kembali kepada sang Khaliq. Maka kenapa ada silabus daur kehidupan manusia dalam pelajaran sains mulai dari dalam kandungan, bayi, anak-anak, dewasa, tua dan berakhir dengan kematian, agar anak dapat merasakan bahwa segala yang diciptakan akan berakhir.

🔑 Walau proses ini sebenarnya alamiyah dan pasti ada pada diri setiap anak. Namun pemikiran tersebut terkadang benar dan terkadang salah dan terkadang lari dari pemikiran itu sendiri. Maka tugas kitalah meluruskannya dan memberikan stimulasi berpikir benar sehingga fikrah ini mengantarkan anak untuk memiliki aqidah Islam dan dijadikan landasan dalam proses berpikir ananda.

💐 Fikrah dalam rangka menyelesaikan fakta, misal kita mengatakan bahwa, roti ini mengandung zat babi maka roti ini haram, minum dan makan sambil berdiri dilarang, masuk kamar orang tua dalam 3 waktu aurat tidak boleh, mencuri haram, memukul adik tidak boleh, makan apel boleh, makan daging sapi boleh, berjilbab wajib, shalat lima waktu wajib, puasa senin kamis sunnah, qiyamullail sunnah, tilawah quran sunnah dsb.

💐 Maka kenapa dalam stimulasi kita memberikan pelajaran adab di setiap kesempatan, kenapa kita berikan pelajaran fiqh, berikut dalil terhadap realitas yang dihadapi ananda untuk dinilai halal haramnya? Semua itu demi mewujudkan fikrah bagaimana ananda dapat menyelami bahwa hidup itu membutuhkan aturan, Allah Mudabbir.

💐 Inilah stimulasi berpikir yang hendak kita jalani bersama ananda, dalam rangka mewujudkan fikrah dalam stimulasi berpikirnya dan menancapkan landasan aqidah sebagai salah satu pembangun dari kepribadian Islam ananda.
Wallaahu a’lam bishshawab

 

===

 

 

 

🌾 Ibu yang berambisi untuk menjadikan anaknya menjadi pribadi yang saleh dan salehah, memiliki kepribadian Islam yang baik terkadang luput untuk melewati proses. Apalagi bila anak seringkali melakukan kesalahan, tak sedikit ibu melakukan pemaksaan dengan merusak jiwa anak. Yang didapat bukanlah perubahan-perubahan menuju kepribadian islam yang lebih tinggi, justru berjalan ditempat. Tidak jarang pula prestasi kepribadian ananda menurun hanya gara-gara sikap terburu-buru untuk mendapatkan nilai terbaik dalam hafalan misalnya.

🌾 Kita sudah memahami bahwa anak tumbuh dan berkembang, seiring dengan itu berpikirnya semakin kesini semakin berkembang sesuai pertambahan usia. Tentunya perlakuan terhadap anak dalam mendidik tidaklah sama setiap level usia, karena mereka butuh dididik sesuai level potensi yang mereka punya. Maka disinilah proses pendidikan anak itu harus dilewati dan dipahami agar step by step keberhasilan bisa diraih oleh anak. Proses itulah tanggung jawab kita dalam meri’ayah ananda yang perlu kita kondisikan agar ananda bisa mengikuti semua pembelajaran yang kita berikan.

🌾 Saat kita memahami bahwa di usia tamyiz ananda sudah bisa diperlakukan disiplin, maka kedisiplinan itu perlu dirancang dan dikondisikan, mengabaikannya akan sulit bagi kita untuk memberikan penguatan-penguatan kepribadian Islam. Misalkan untuk sopan santun dan adab belajar, ananda sudah harus dibiasakan di usia ini, lakukanlah prosesnya sejak awal di usia dini dan usia tamyiz (7 tahun) dibiasakan dan dilatih. Bila dibiarkan bisa dipastikan anada tidak akan mengenal adab dalam bergaul, menghormati yang besar, menyayangi yang kecil dan berlaku sopan terhadap teman dan sebagainya.

🌾 Namun dalam proses ini bisa jadi tidak didapatkan hasilnya segera, disinilah butuh kesabaran dalam mendidik dan berlaku sopan juga terhadap anak. Bila ibu tidak sabar dan tidak berlaku sopan maka anak akan lebih-lebih lagi melakukan ketidak sopanan dan sulit menahan diri. Proses itu juga membutuhkan waktu untuk menjalaninya selain kesabaran dan prilaku santun, terkadang waktu yang dibutuhkan cukup lama terkadang juga cepat dan ini tidak bisa kita prediksi kecuali bila kita memahami kebutuhan anak sesungguhnya.

🌾 Satu hal lagi adalah selalu mengevaluasi proses apakah sudah berjalan sesuai syariah ataukah belum, apakah metode yang dijalani sudah benar atau belum, apakah materi yang diberikan sudah sesuai level usia dan potensi anak, apakah strategi belajarnya sudah tepat atau belum dan apakah kompetensi yang diberikan sudah sesuai ataukah belum. Jadi proses itu berbasis ibu, artinya yang senantiasa dibenahi adalah ibu, proses yang dilakukan ibu. Mudah-mudahan diharapkan ketika ibu berhasil dalam menjalani proses maka anandapun mendapatkan kesuksesannya dalam memiliki kepribadian Islam.

Rasulullah SAW bersabda :

وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لأشج عبد القيس : [ إن فيك خصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة ] رواه مسلم

Dari Ibnu Abbas RA berkata, Rasulallah SAW bersabda kepada ’Abdul Qais yang terluka: “sesungguhnya didalam dirimu ada dua sifat yang disukai oleh Allah yaitu: santun dan sabar”. (HR Muslim). Wallahu a’lam bishshowab

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *