Di samping puasa Ramadan yang hukumnya wajib bagi umat Islam yang mukallaf, terdapat puasa-puasa lain yang hukumnya sunah. Puasa-puasa jenis ini termasuk puasa Senin-Kamis, puasa Asyura (10 Muharam), puasa Arafah (9 Zulhijah), hingga puasa 6 hari pada bulan Syawal.
Puasa adalah ibadah istimewa. Dalam hadis qudsi diterangkan, setiap amal kebaikan manusia akan dilipatgandakan dengan 10 kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat, kecuali amal puasa. Allah berfirman, “Puasa tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya”.
Dalam puasa, seorang muslim belajar untuk mengendalikan hawa nafsu. Awalnya sepanjang terbit fajar (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari (waktu magrib). Namun, dalam tingkat lanjut, seperti yang disebutkan al-Ghazali dalam tiga level puasa, ibadah ini pada level paling khusus, akan membuat seorang muslim hanya memikirkan Allah.
Nabi Muhammad sendiri bersabda, “Tidaklah seorang hamba berpuasa di jalan Allah kecuali Allah menjauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh 70 musim (tahun).” (H.R. Muslim). Puasa bukan hanya puasa wajib yang dikerjakan selama 29 atau 30 hari selama bulan Ramadan. Terdapat puasa-puasa sunah sebagai berikut. 1. Puasa Asyura Puasa Asyura dilakukan pada 10 Muharram setiap tahun. Keutamaan puasa ini tergambar dari hadis riwayat Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad bersabda, “Puasa paling utama setelah [puasa] Ramadan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam [tahajud].” (H.R. Muslim 1982). Puasa Asyura dapat dikerjakan berurutan dengan puasa tasu’a (puasa 9 Muharam). Nabi Muhammad tidak sempat mengerjakan puasa tasu’a karena sudah terlebih dahulu meninggal. Namun, diriwayatkan Abdullah bin ‘Abbas, Rasulullah sudah bersabda pada saat puasa Arafah tahun sebelumnya, “Apabila tiba tahun depan insyaAllah kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” (H.R. Muslim). Keutamaan puasa Asyura adalah, dihapusnya dosa-dosa kecil setahun sebelumnya. Diriwayatkan oleh Abu Qatadah al-Anshary, ketika Nabi ditanya soal puasa sunah ini, beliau menjawab, “Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun lampau,” (H.R. Muslim 1162).
2. Puasa 6 Hari pada Syawal Setelah keutamaan puasa ‘Asyura yang demikian besar, puasa sunah yang tak kalah agungnya adalah puasa sunah enam hari di Syawal selepas Ramadan. Ganjaran bagi orang yang berpuasa sunah pada Syawal adalah seperti orang yang berpuasa setahun penuh tanpa batal. Dari Abu Ayyub al-Anshoriy, Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian dilanjutkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh,” (HR. Muslim). Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menyatakan, puasa 6 hari pada bulan Syawal sebaiknya dilaksanakan berurutan. Jika tidak bisa, maka boleh saja mengerjakan puasa tersebut secara tidak berurutan (misalnya berselang beberapa hari). Seseorang akan tetap mendapatkan keutamaannya.
3. Puasa 8 (Tarwiyah) dan 9 (Arafah) Zulhijah Puasa sunah lainnya adalah puasa 8 dan 9 Zulhijah. Puasa tanggal 8 disebut puasa Tarwiyah. Ada versi yang menyebutkan, disebut tarwiyah karena pada hari ini Nabi Ibrahim merenung dan berpikir (rawwa-yurawwi-tarwiyah) tentang mimpi perintah Allah menyembelih putranya sendiri, Ismail. Sedangkan pada hari ke-9, yang kemudian disebut hari Arafah, Ibrahim menjadi tahu (‘arafa) makna mimpinya. Keutamaan puasa Tarwiyah dan ‘Arafah tergambar dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu An Najjar dan Abdullah bin ‘Abbas bahwa Nabi bersabda, “Puasa pada hari Tarwiyah (Zulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu. Sedangkan puasa hari ‘Arafah (9 Zulhijah) akan mengampuni dosa dua tahun,” (H.R. Tirmidzi). 4. Puasa Ayyamul Bidh (Pertengahan Bulan Tahun Hijriah) Puasa sunah rutin yang dapat dijalankan setiap bulan adalah puasa tiga hari setiap pertengahan bulan Hijriah, atau disebut puasa hari putih (ayyamul bidh). Puasa ini dikerjakan pada ranggal 13, 14, dan 15 setiap bulannya. Keutamaan puasa ayyamul bidh diriwayatkan oleh Abu Dzar Alghifari bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Siapa yang berpuasa tiga hari setiap bulan maka puasa itu dengan puasa satu tahun,” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah). 5. Puasa Senin dan Kamis Puasa sunah rutin lainnya dapat dilakukan dua hari dalam seminggu, yaitu pada Senin dan Kamis. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad, “Berbagai amalan dihadapkan [kepada Allah] pada Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan kepada-Nya (dalam keadaan) aku sedang berpuasa,” (HR. Tirmidzi). 6. Puasa Nabi Daud Puasa ini dilakukan dengan cara selang-seling, sehari berpuasa dan sehari tidak. Puasa ini adalah puasa sunah paling disukai oleh Allah. Nabi Muhammad berkata, “Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan salat yang paling disukai Allah adalah salat Nabi Daud. (H.R. Bukhari dan Muslim). Bulan-bulan yang Disunahkan Memperbanyak Puasa Selain puasa sunah di atas, terdapat bulan-bulan tertentu yang dianjurkan memperbanyak ibadah dan puasa. Bulan tersebut adalah Sya’ban dan bulan-bulan haram (asyhurul hurum), yakini Dzulqa’dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab pada penanggalan hijriah. Keutamaan menjalankan puasa pada Sya’ban tergambar dalam hadis riwayat Usamah bin Zaid, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bulan Sya’ban adalah bulan ketika manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan,” (H.R. Nasa’i). Sementara itu, Dzulqa’dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab merupakan bulan-bulan suci ketika amalan baik dilipatgandakan pahalanya. Oleh sebab itu, ibadah puasa dianjurkan untuk diperbanyak Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitab Latha’if al-Ma’arif (1989:207) menyitir Ibnu ’Abbas yang mengatakan, “Allah mengkhususkan 4 bulan tersebut (Dzulqa’dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab) sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”
Ditulis oleh Abdul Hadi
Sumber : Tirto.id