Ibadah, Pengetahuan Umum

Seperti Apa Aturan Zakat Investasi Lahan?

 

Konsultasi Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) dengan Fatchul Umam, Dewan Syariah Rumah Amal Salman

 

Lahan sebagai investasi, memang menguntungkan. Terutama karena nilainya lebih cepat meningkat dibanding investasi jangka panjang lainnya.

 

Secara tekstual, dalam Ilmu Fiqh tertera bahwa kepemilikan lahan tidak termasuk obyek zakat. Beda halnya dengan lahan untuk pertanian, di mana yang menjadi obyek zakat adalah hasil pertaniannya. Besar zakatnya berkisar 5% atau 10% dari hasil pertanian lahan tersebut.

 

Adapun yang termasuk ke dalam objek zakat yakni harta berupa; (1) emas, (2) perak, (3) perdagangan, (4) pertanian, (5) peternakan, (6) tambang, dan (7) harta-harta lain yang tumbuh. Jenis harta terakhir ini, istilah dalam Ilmu Fiqh-nya adalah Nama’.

 

Lalu, bagaimana ketika lahan tidak produktif tadi terjual?

 

Nilai jual lahan yg mencapai nisab –baik merugi maupun untung— tetap wajib dizakati sebesar 2,5%. Harap diingat, bukan 2,5% dari nilai untungnya, tetapi dari nilai jual lahan secara keseluruhan. Menurut syariah secara tekstual, zakat hasil penjualan lahan tidak produktif dikeluarkan setiap akhir 1 tahun kepemilikan berdasarkan perhitungan kalender Hijriyah (haul).

 

Pembayaran zakat dilakukan sekaligus saja. Yaitu ketika lahan telah terjual, dan pemilik lahan telah mendapatkan pembayarannya.

 

Pada dasarnya kepemilikan lahan atau tanah sebagai investasi merupakan hasil ijtihad. Tidak ada nash yang sharih (jelas) akan masalah ini. Analisisnya dengan melihat kausalitas dan analogi, atau Qiyas.

 

Misalnya. Jika lahan dinisbahkan sebagai harta yang tumbuh sehingga terkena zakat, sedangkan lahan yang dimaksud masih berupa tanah kosong atau berupa lahan itu sendiri, solusinya dengan cara “dikiyaskan” dengan zakat piutang yang macet.

 

Menurut para ulama, piutang zakat dibayar pada tahun terakhir angsuran piutang tersebut diserahkan pada pemilik dana. Pihak yang berhutang sendiri tidak perlu membayar zakat untuk tahun-tahun sebelumnya. Ini berdasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 280 yang berbunyi, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

 

Yang paling baik dan pasti benar, seperti halnya perdagangan dan kepemilikan emas/perak, adalah membayar zakat setiap tahun (penanggalan tahun Hijriah) sesuai ketetapan harga saat itu.

 

Namun bila tujuan kepemilikan lahan yang bersangkutan adalah untuk menyimpan harta, yang kemudian untuk dibangun rumah atau dibangun rumah sewa, maka kepemilikan lahan tersebut bukan merupakan objek zakat.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.