Oleh : Linda A. Zaini
(Penulis buku best seller Parenting Langit dan Parenting Organik)
“Akhlakmu wahai orangtua, kepada guru-guru anakmu, sangat memengaruhi keberhasilan mereka, dalam menuntut ilmu.”
“Semakin besar keridhaan orangtua kepada guru dan lembaga tempat anak kita belajar, berbanding lurus dengan keberhasilan proses pendidikan anak kita.”
Beberapa waktu yang lalu kami sempat berbincang dengan seorang guru disalah satu ma’had, beliau mengatakan : “orangtua yang ridha terhadap guru dan ma’had (lembaga) tempat anaknya belajar, tidak menghujat, tidak menuntut dan mengaibi, rata-rata anak mereka berhasil. Anak-anak mereka tumbuh dengan baik dan semestinya, anak-anak mereka tidak kesulitan dalam belajar, bahkan melesat lebih cepat. Urusan mereka menjadi mudah, barangkali tak sakit rasa hati guru dibuatnya, maka akhirnya gurupun ridha kepadanya.”
Saya teringat nasihat Syaikhah Naimah Dari Al Jazairy: “Bila kau lihat ada aib pada orang shalih atau guru (lembaga), hendaknya kau melihat dirimu sendiri dan mengingat kesalahanmu lalu berkata : “beliau yang shalih dan berilmu saja, ada kekurangannya. Bagaimana diri saya yang kurang ilmu, dan masih jauh dari kata shalih, pasti lebih banyak lagi kesalahannya”, bukan malah mengaibi sang guru atau lembaga, menyebut-nyebut kekurangannya, apalagi sampai di permukaan umum, naudzubillah.”
Mari kita simak kisah berikut ini, tentang bagaimana pentingnya ridha seorang guru :
Kisah ini adalah kisah pada zaman Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.
Dikisahkan ada seorang yang busuk hati, ingin memfitnah Syaikh Abdul Qadir.
lalu ia mencari jalan untuk menfitnahnya.
Maka ia melubangi dinding rumah Syaikh Abdul Qadir dan mengintipnya.
Saat ia mengintip rumah Syaikh,
ia melihat Syaikh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya.
Syaikh Abdul Qadir suka sekali makan ayam. Dan setiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia akan makan separuh saja. Sebagian makanan tersebut akan diberikan kepada muridnya.
Maka orang yang mengintip tadi pergi kepada ayah sang murid Syaikh Abdul Qadir.
“Apakah bapak adalah ayah dari fulan?”. “Iya” jawab sang bapak. Apakah bapak tahu, anak bapak diperlakukan oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani seperti kucing.
Syaikh Abdul Qadir memberi kelebihan (sisa) makanan pada anak bapak.
Maka sang bapak merasa tersinggung, lalu ke rumah Syaikh Abdul Qadir. Dan mengatakan :
“Wahai tuan syaikh, saya mengantar anak saya kepada tuan syaikh bukan untuk jadi pembantu atau diperlakukan seperti kucing. Saya mengantar kepada tuan syaikh, supaya anak saya jadi alim ulama.”
Kemudian Syaikh Abdul Qadir menjawab: “Kalau begitu ambillah anakmu, kembali”
Maka sang bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang.
Ketika keluar dari rumah syaikh menuju jalan pulang, bapak tadi menanyakan pada anaknya beberapa persoalan ilmu Agama. Ternyata semua persoalannya dijawab dengan betul dan sempurna oleh sang anak.
Maka bapak tadi berubah fikiran untuk mengembalikan anaknya kepada tuan Syaikh Abdul Qadir.
“Wahai tuan syaikh terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan seperti sediakala,
tuan didiklah anak saya kembali. Ternyata anak saya tidak diperlakukan sebagai seorang pembantu dan juga tidak diperlakukan seperti kucing, aku melihat ilmu anak ku sangat luar biasa bila bersamamu.”
Maka Syaikh Abdul Qadir menjawab : “Bukan aku tidak mau menerimanya kembali,
tapi Allah telah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu”
Betapa sedihnya, disebabkan seorang ayah yang bersumbu pendek, akhirnya bersikap tidak beradab kepada sang guru.
maka anaklah yang akhirnya menerima akibatnya. Ya Allah, lindungi kami dari sikap buruk yang demikian.
Ulama berpesan : “Satu perasangka buruk saja kepada guru mu, maka Allah haramkan seluruh keberkahan yang ada pada gurumu untuk datang kepadamu.
Semoga Allah jadikan kita orang yang beradab kepada makhluknya, terlebih lagi kepada guru yang mengajarkan ilmu kepada kita, aamiin.
Melalui tulisan ini, mengajak menjadi orangtua yang beradab kepada guru dan lembaga tempat anak kita menuntut ilmu. sebab sangat memiliki pengaruh bagaimana akhlak kita sebagai orangtua, akan keberhasilan anak kita belajar.
Selipkan doa untuk guru-guru anak kita setiap saat, seperti do’a orang shalih berikut ini misalnya : “ya Allah, tutuplah aib-aib guru-guruku, guru-guru anakku, perbaikilah keadaan mereka dan permudah urusannya…”
Lantas bagaimana bila kita menemukan kekurangan? Akan lebih baik lagi bila kita turut berkontribusi, menjadi solusi bila kita melihat ada yang kurang disana. Dengan menjadi problem solver akan sangat membantu mereka. Seperti salah satu kisah seorang ibu yang melihat karpet tempat anaknya belajar Al Quran, terlihat kurang nyaman dan berdebu. Sang ibu tidak menuntut Ustadz dan mengata-ngatai keburukan tempat, akan tetapi meminta izin :”bolehkah mengganti karpet tersebut dengan karpet plastik yang lebih nyaman?” kemudian sang Ustadz mengizinkannya, masyaAllah.
Demikianlah semoga kita dapat menirunya, dalam rangka mencari perhatian Allah untuk meraih keberkahan dari Nya.
Semoga Allah mudahkan, aamiin.