Berikut ini beberapa kiat untuk membangun rasa sabar ayah dalam mendidik anak.
PERTAMA. BERPIKIRLAH POSITIF
Menghadapi kasus-kasus di atas, tidak ada jalan lain kita harus mengubah pusat perhatian pada dimensi positif menjadi ayah. Karena pada
kenyataannya tingkah laku negatif anak dapat diatur dan diatasi dengan pendekatan yang positif.
Berdasarkan prinsip di atas, inilah beberapa pendekatan dalam berpikir positif:
– Mengatasi konflik dan bukan memperburuk konflik
Keributan antara anak dengan anak atau anak dengan ayah tidak akan
pernah berhenti jika tidak pernah diselesaikan. Ayah yang berpikir positif
adalah ayah yang mencoba mencari akar permasalahan dan mencari jalan keluar yang jelas. Bukan ayah yang gegabah memangkas atau menyimpulkan sesuatu di ujung persoalan.
Contoh:
Banyak anak kita yang sangat susah tidur di malam hari. Mereka mampu bertahan bermain berjam-jam melewati batas kantuk orang dewasa.
Biasanya, ini menjadi masalah besar di sebagian ayah. Kita tidak jemu-jemunya memberikan ceramah agar mereka pergi tidur. Tidak sedikit dari kita yang memaksa anak-anak memejamkan matanya dengan ara-cara yang kasar penuh ancaman, mungkin juga pukulan.
Yang harus dilakukan:
Carilah asal permasalahannya dengan memperhatikan, apakah tidur siangnya terlalu banyak. Ataukah sebelum tidur malam, anak terus berlarian sehingga jantungnya masih berdegup dan dia belum dapat tidur dengan tenang. Atau kembangkanlah berbagai kemungkinan sampai kita menemukan asal permasalahannya.
– Lihatlah kelebihan bukan kekurangannya
Jika anak kita sering bertingkah laku negatif, ayah mudah kehilangan
pandangan tentang anaknya. Menjadi ayah positif berarti ayah
mengetahui bahwa anak juga memiliki hal yang positif di dalam dirinya.
Contoh:
Zaki, 7 tahun, sulit sekali dilarang. Apa saja yang dikerjakannya selalu
menimbulkan pertengkaran dengan ayahnya. Sampai-sampai ayahnya berpikir Zaki ini ‘anak siapa’ sih, yang dikerjakan semuanya tidak ada yang benar.
Yang harus dilakukan:
Kita seringkali lebih sibuk dengan tingkah laku negatif anak. Sehingga anak berkesimpulan “kalau nakal pasti ayah perhatikan aku”. Anak-anak tidak peduli dengan bentuk perhatian. Dimarahi lebih baik daripada tidak diperhatikan. Mungkin Ayah Zaki perlu mengubah perhatiannya lebih pada hal yang positif.
– Ajarkan tingkah laku yang diharapkan dan jangan menyalahkan
Tekanan tingkah laku negatif anak seringkali membuat kita menyalahkan anak setiap waktu. Ayah yang positif mencari jalan untuk dapat
mengubah tingkah laku anaknya.
Contoh:
“Imah, kenapa sih kamu masih ‘malak’ teman kamu? Uang udah Ayah
kasih, kok masih ‘malak’ juga? Otaknya di mana sih. Mikir dong, apa kata
tetangga. Si Imah nih ayahnya nggak pernah mendidik. Anaknya mintain duit teman-temannya melulu.”
Yang harus dilakukan:
Daripada menyalahkan, lebih baik berikan Imah peraturan, misalnya
“Imah, Ayah tahu kamu kadang-kadang ingin beli mainan atau beli makanan, sedangkan uang Imah tidak cukup. Sekarang Imah nggak usah minta lagi ke teman-teman, tapi Imah bilang sama Ayah. Nanti insya Allah, kalau Ayah ada uang, Ayah akan belikan atau nanti Ayah kasih uang tambahan untuk menabung. Ingat ya Mah….”
Kalau Imah melaksanakan peraturan yang sudah disepakati, berikan pujian kepada anak dan hargai usaha anak.
– Lakukan kendali/kontrol, jangan pasif
Anak-anak dapat ‘menguasai’ hidup kita, mendominasi waktu kita dan membuat ayah menjadi tidak berdaya. Ayah yang positif akan melakukan
kendali pada anaknya.
Contoh:
Setiap kali pulang sekolah, Ami selalu membawa mainan baru. Ketika ditanya oleh ayahnya, Ami mengatakan ia tidak meminta mainan temannya tapi dihadiahkan oleh temannya.
Yang harus dilakukan:
Ayah tidak boleh percaya begitu saja. Ayah harus melakukan pengecekan
scara detil. Kalau perlu, ayah harus pergi ke sekolah tanpa setahu Ami. Untuk meyakinkan bahwa Ami tidak meminta tapi memang temannya yang memberikan.
Insya Allah, dengan tidak memeruncingkan masalah, akan membuat
hidup kita dengan anak-anak lebih mudah. Kita akan merasa
menjadi ayah yang nyaman, bahagia. Dunia menjadi terbentang
lapang.
Ayah Irwan Rinaldi