Oleh: Dr. Adian Husaini
Rabu (18/8/2021) malam ini, saya mengisi kajian bersama para dokter dari berbagai daerah, melalui Zoom. Ini sudah kesekian kali saya mengisi majlis taklim yang dikomandani oleh seorang dokter dari Semarang ini. Beliau pernah menjadi direktur salah satu rumah sakit Islam.
Malam ini saya menyampaikan kajian tentang Makna Kemerdekaan RI bagi umat Islam. Saya ceritakan kembali tentang harapan-harapan besar bangsa kita dan para tokoh umat Islam dunia tentang Indonesia merdeka. Bahwa, negara Indonesia merdeka nanti akan menjadi negara hebat.
Harapan-harapan besar itu kemudian dirumuskan dalam bentuk cita-cita kemerdekaan seperti disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945. Bahkan, demi mengejar cita-cita kemerdekaan itu, para ulama, santri, dan jutaan kaum muslimin Indonesia rela mengorbankan apa yang mereka miliki.
Bahkan, para tokoh Islam juga bersedia melakukan kesepakatan-kesepakatan untuk mencegah perpecahan dengan sesama warga bangsa. Termasuk, misalnya, mereka merelakan hilangnya “tujuh kata” dalam Pembukaan UUD 1945 – dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-peemeluknya.
Dalam kajian malam ini, muncul juga pertanyaan, bagaimana dengan kondisi kita, setelah 76 tahun merdeka, mengapa kondisi kita masih begini-begini saja? Apa yang salah dengan perjalanan bangsa kita?
Menjawab pertanyaan seperti itu, saya menyampaikan, bahwa apa pun kondisi kita saat ini, kita harus mensyukuri kemerdekaan. Sebab, dengan kemerdekaan ini kita punya kedaulatan untuk mengatur rumah tangga kita sendiri. Kita punya sistem pendidikan sendiri; punya mata uang sendiri; punya paspor sendiri; punya bandara sendiri; punya sistem pertahanan sendiri.
Semua itu belum bisa dinikmati oleh saudara-saudara kita di Palestina. Meskipun sudah memiliki kedutaan di sejumlah negara – termasuk di Indonesia – dan perwakilan di PBB, tetapi Palestina belum meraih kemerdekaan penuh seperti Indonesia. Bahkan, Timor Leste yang jumlah penduduknya kurang dari 1 juta jiwa, sudah diberikan kemerdekaan oleh PBB.
Juga, dalam sejarah perjalanan bangsa kita, setelah 76 tahun merdeka, banyak kemajuan dalam bidang dakwah dan pendidikan yang sudah kita capai. Ribuan sekolah-sekolah Islam dan pesantren muncul dan menjadi tempat yang baik untuk pendidikan anak-anak. Tantangan berat memang masih dalam tataran Pendidikan Tinggi. Bagaimana umat Islam Indonesia memiliki kampus-kampus yang unggul untuk melahirkan manusia-manusia terbaik yang akan menjadi para pemimpin sejati di berbagai bidang kehidupan.
*****
Peringatan kemerdekaan RI ke-76 kali ini juga berdekatan dengan Peringatan Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1443 H, yang jatuh pada 10 Agustus 2021. Menarik jika Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 dianalogikan dengan Peristiwa Hijrah Nabi ke Madinah pada tahun 622 M. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw ke Madinah ditetapkan oleh Umar bin Khathab dan disepakati (ijma’) oleh para sahabat Nabi sebagai awal tahun Islam. Hijrah Nabi merupakan peristiwa pendidikan yang sangat dahsyat.
Hijrah adalah ujian yang sebenarnya. Hijrah adalah ujian kehidupan. Hijrah bukan sekedar ujian menyelesaikan soal-soal di atas kertas. Hijrah adalah peristiwa besar bagi seorang muslim dalam mempertahankan kebenaran, dan sekaligus mempertaruhkan jiwa, raga, harta, dan keluarga.
Akibat hijrah, tidak sedikit yang harus berpisah dengan keluarganya. Bahkan, akhirnya, banyak yang harus berperang dengan keluarganya sendiri. Rasulullah saw berperang dengan pamannya sendiri. Semua itu dilakukan demi keimanan. Sebab, iman adalah harta yang paling berharga dalam kehidupan. Tetapi, pada akhirnya, Hijrah berujung pada kemuliaan dan kejayaan Islam.
Selama 13 tahun perjuangan dakwah di Makkah, kaum muslimin telah menjalani berbagai proses pendidikan yang hebat. Mereka langsung dididik oleh guru terbaik, yakni Rasulullah saw. Sepanjang waktu mereka menjalani proses pendidikan dibimbing oleh kutikulum wahyu berupa ayat-ayat al-Quran yang turun secara berangsur-angsur, untuk meneguhkan keimanan dan meningkatkan akhlak mereka.
Karena itu, bisa dikatakan, kaum muslimin yang hijrah (muhajirin) adalah manusia-manusia pilihan yang telah lulus ujian pendidikan kehidupan. Bahkan, setelah di Madinah pun, ujian itu tidak berhenti. Manusia-manusia pilihan ini telah memahami dan menghayati hakikat kehidupan. Mereka tahu tujuan hidupnya. Mereka tahu hakikat dunia yang hina dan menjadikan akhirat sebagai tujuan utama kehidupannya.
Hilanglah penyakit “al-wahnu” (cinta dunia dan takut mati) dalam diri mereka. Bahkan, mereka bercita-cita menjadi pejuang, ingin gugur di medan juang. Kondisi itu mirip dengan semangat para pahlawan kita dalam berjuang melawan para penjajah. Sejarah kita kaya dengan kisah-kisah pengorbanan para pahlawan. Dengan perjuangan yang pantang menyerah itulah maka Allah memberikan kemerdekaan kepada kita.
Maka, sepatutnya, agenda besar untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan menjadi negeri yang mulia, sepatutnya pendidikan kita harus dilaksanakan dengan konsep yang benar dan dijalankan oleh orang-orang yang benar pula. Pendidikan Indonesia harus melahirkan manusia-manusia berkualitas tinggi, manusia-manusia pejuang, seperti Soekarno, Hatta, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Mohammad Natsir, Hamka, dan tokoh-tokoh generasi 1945 lainnya.
Manusia-manusia hebat seperti itulah yang diperlukan untuk melanjutkan perjuangan membangun negara Indonesia menjadi negara adil makmur dalam naungan ridha Allah SWT. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan konsep pendidikan ideal, bahkan telah membuktikan hasilnya dengan melahirkan “khairun naas”, generasi terbaik.
Bangsa Indonesia harus berani merumuskan jalan kebangkitannya sendiri. Jangan melakukan “imitasi” pendidikan sekuler yang melahirkan manusia-manusia pemuja dunia. Setidaknya, umat Islam harus berani merumuskan Peta Jalan pendidikan dan kebangkitannya sendiri. Dulu, di zaman penjajahan, para ulama kita mampu mendidik manusia-manusia hebat. Kini, kita sudah merdeka! InsyaAllah, dengan prtolongan Allah, kita mampu untuk itu!
Jadi, betapa pun kita memang merasakan banyak kekurangan dan mungkin kegagalan dalam perjalanan 76 tahun kemerdekan. Tapi, bendera sudah dikibarkan. Kemerdekan sudah diproklamasikan. Tidak ada jalan untuk kembali. Semoga Allah SWT menolong kita dan negeri kita. Amin.